Pada malam yang hening dan penuh damai, Kamis malam, 10 Juli 2025, umat Lingkungan Brayat Minulyo, Kadirojo II, kembali mengadakan sembahyangan rutin malam Jumat sebagai bagian dari tradisi rohani yang mempererat iman dan kebersamaan. Kegiatan dipimpin oleh Markus Budi Raharja dan mengangkat tema reflektif yang menyentuh hati, yaitu “Tentang Kemurahan Hati”.
Sebanyak kurang lebih 35 umat hadir dengan penuh antusias, menghadirkan suasana kekeluargaan yang hangat dan khidmat. Doa-doa dilantunkan dalam kekhusyukan, renungan dibacakan dengan penuh penghayatan, dan umat diajak untuk merenungkan makna kemurahan hati dalam kehidupan sehari-hari—sebuah sikap yang menjadi cermin kasih Allah yang tak terbatas.

Pernahkah kita mengalami kemurahan hati? Generositas, atau kemurahan hati, adalah salah satu tema yang ditawarkan dalam bacaan hari tersebut. Yusuf, anak ke-11 Yakub, telah mengalami penderitaan. Ia dibenci, dibully oleh kakak-kakaknya, dan bahkan sampai dijual ke kafilah Mesir. Adalah kemurahan hatinya yang akhirnya menyelamatkan kakak-kakaknya. Sebagai kepala gudang persediaan gandum di sebuah negara adikuasa (Mesir), dia berkuasa untuk menentukan “pembagian” bahan makanan. Kakak-kakaknya, dan adiknya (Benyamin), datang dari Kanaan untuk membeli gandum. Tujuh tahun kekeringan telah membuat mereka kelaparan. Yusuf langsung mengenal mereka. Dengan sedikit drama, mereka akhirnya mengenali satu sama lain.
Pesan yang disampaikan dalam kisah Perjanjian Lama ini adalah “kemurahan hati.”. Kemurahan hati menyelamatkan manusia. Kemurahan datang dari pengampunan. Yusuf digambarkan sangat menderita sebelum mencapai jabatan yang sangat tinggi di Mesir. Namun, Yusuf telah mampu memahami cara YHWH menyelamatkan manusia. Dia dijadikan alat-Nya, hal ini seturut seturut dengan pesan Yesus kepada ke-12 murid-murid-Nya, “Kepada kalian telah diberikan banyak hal secara cuma-cuma. Maka, dengan cara yang sama bagikan hal-hal baik itu secara cuma-cuma pula kepada sesamamu.”
Perjumpaan antar warga gereja dalam doa bersama di lingkungan kita dimaksudkan untuk mencari makna atas perjalanan iman yang kita jalani bersama-sama. Di dalam perjumpaan itu, ada kesempatan untuk berbagi pengalaman, saling mendengarkan, saling memahami, dan saling mendukung. Pertanyaannya, apakah kita pernah mengalami kemurahan hati? menjadi topik yang menarik untuk diselami dan dimaknai pada tataran pribadi. Pertanyaan itu dijawab dari masing-masing kita.

Perbincangan pada malam itu sangat bagus. Mulai dari sharing Bu Anna, Bu Titik, dan Bu Anton. Ketiganya membagikan sejumlah kebaikan dan kemurahan hati yang telah diterima dan dirasakan. Ketika kita mengangkat perbincangan dalam perspektif rasa syukur, kita akan menjadi lebih mensyukuri. Dari ketiga ibu tersebut, kemurahan hati datang dari pasangan hidup dan dari lingkungan. Barangkali, ditodong untuk membagikan pengalaman pribadi maka memunculkan rasa tidak nyaman. Namun, seperti dalam Gereja Perdana, komunitas Brayat Minulyo ternyata memiliki kemampuan untuk mendengarkan, berbagi, dan saling mendukung. Tidak ada jarak satu sama lain.
Dalam perbincangan malam tersebut, kita juga belajar semakin memahami perjalanan hidup yang telah dialami oleh Pak Yudha. Sebagai karyawan Sinar Mas di Kalimantan, dia menghadapi masa-masa berat, khususnya ketika terjadi pembantaian (genosida) orang-orang Madura oleh Suku Dayak. Kurang lebih 200-300 orang dia selamatkan. Akal sehat tidak akan mampu menjelaskan betapa dia mampu menyelamatkan mereka. Orang-orang Suku Dayak yang telah dikuasai oleh roh-roh jahat melakukan kejahatan yang tidak terperikan. “Awalnya, melihat kepala, tangan, kaki, dan tubuh yang terpotong-potong, hanyut di sungai besar, hati ini terasa remuk redam. Namun, seiring dengan perjalanan waktu, saya semakin kuat. Ini bukan kejahatan manusia biasa. Kebiadaan ini bukan karya manusia. Tetapi ini karya iblis. Dan saya, yang bahkan menyelesaikan satu doa Salam Maria dan Bapa Kami saja tidak bisa, merasa didampingi, dikuatkan, dan diteguhkan. Orang-orang Dayak yang bisa melenting tinggi, seakan bisa terbang, untuk menemukan orang-orang Madura, satu per-satu jatuh. Tidak bisa mencapai truk yang kami tumpangi. Sweeping demi sweeping bisa kami lalui. Orang-orang Dayak akan tampil begitu perkasa setelah meminum dari cawan merah, yang isinya darah korban. Mereka telah dirasuki oleh ibilis. Namun, iring-iringan tiga truk kami bisa selamat. Ini adalah kuasa Bunda Maria yang menginjak kepala ular.”
Dari Pak Jos, kita juga mendengar bahwa penderitaan Ibu Jos telah membawa pengalaman iman yang tidak terbayangkan sebelumnya. Pak Jos mengisahkan serangkaian kemurahan hati dari orang-orang di sekitarnya. Kepedulian, doa, perhatian, dan bantuan datang mengalir tanpa henti. Kebaikan dan kemurahan hati datang dalam bentuk kemudahan dalam mengurus proses pengobatan. Berbagai hal yang baik yang dialami telah membuka tabir kesadaran baru. Kesemuanya bermuara pada kesaksian iman: iman yang hidup dan dihidupi.

Kemurahan hati warga Brayat Minulyo, yang dirasakan dan diupayakan terus-menerus, menjadi bentuk ungkapan iman yang otentik. Di awal doa, saya menyampaikan bahwa kemurahan hati warga Brayat Minulyo sudah sebagian terbukti. Partisipasi kita di dalam pembangungan Gereja Marganingsih telah mencapai Rp. 54 juta. Ini angka fantastis, dan menempatkan kita kedua tertinggi di Paroki Kalasan. Kemurahan hati datang dari sebuah kepedulian, sikap batin untuk mendukung hal baik. Kemurahan hati berasal dari rasa percaya: bahwa dana yang kita sampaikan ke Paroki akan dikelola dengan baik dan bertanggung jawab. Namun kemurahan hati tidak hanya dalam tataran finansial.
Kisah-kisah yang kita dengarkan pada pertemuan malam itu membuat kita menjadi lebih menyadari. Kita memiliki banyak pengalaman iman yang meneguhkan. Kemurahan hati itu ada di mana-mana. Semoga kita semakin dikuatkan satu sama lain. Hidup menggereja menjadi semakin bermakna ketika kita lebih banyak mendengarkan satu sama lain, ketika kita tidak menganggap diri lebih benar, atau paling benar, dan ketika kita tidak merasa lebih baik, atau paling baik di antara sesama kita.
Catatan : Ditulis oleh Markus Budi Raharja dan dikirim oleh Marcus Wisnuhandoko