[dropcap]K[/dropcap]omsos-GMK. Minggu, 27 Mei 2018 setelah misa mingguan kedua diadakan misa Lansia di Gereja Marganingsih Kalasan. Misa Lansia ini dihadiri sekitar 800 orang dan dipimpin oleh Romo Robertus Budiharyana, Pr. dan didukung oleh koor dari kelompok koor dewan paroki. Barangkali ini menjadi misa Rm Budi yang terakhir bersama lansia sebelum Rm Budi bertugas di Solo. Dalam mengawali khotbahnya Romo Budi mengajak umat bernyanyi bersama dengan lagu “Senandung Lansia”. Berikut ini lirik lagunya.
Senandung Lansia
Siapa bilang lansia tidak berguna
Bangun pagi sembahyang tuk anak cucu
Siapa bilang lansia barang rongsokan
Meskipun tua masih diperlukan
(…dinyanyikan 2 kali, diulang dari atas…)
Ref:
Mengapa merasa malu, mengapa merasa lemah
Rambut putih kulit keriput bukan masalah
Biar umur tinggal bonus
Biar lutut harus dibungkus
Tapi lansia tetap semangat di hari tua
Dalam kotbahnya Romo Budi memaparkan secara jelas tentang hidup yang bermakna di hari tua. Keluarga besar adalah keluarga yang terdiri dari tiga keturunan. Di dalam keluarga besar, selain ayah, ibu dan anak-anak juga terdapat yang-kung dan yang-ti. Kehadiran yang-kung dan yang-ti dalam keluarga, tidaklah mesti menjadi beban bagi keluarga. Setiap anak berkewajiban menjaga dan merawat orang tuanya, bahkan yang usia lanjut.
Yang-kung dan yang-ti yang telah berusia lanjut, dalam sebuah keluarga hadir sebagai pribadi yang harus dihormati oleh anak-anaknya, sebagai wujud bakti dan hormat anak kepada orang tuanya.
Selain itu yang-kung dan yang-ti dalam sebuah keluarga juga memiliki fungsi, yaitu menjadi saksi masa lalu dan sumber kearifan kaum muda dan untuk masa depan.
Para usia lanjut kerap kali mempunyai kharisma untuk menjembatani kesenjangan -kesenjangan generasi sebelum kesenjangan-kesenjangan itu terjadi.
Hidup yang semakin tua bukanlah masa yang suram, tetapi merupakan masa dimana Tuhan telah menempa seseorang, dan ia telah melewati masa itu. Masa tua seharusnya menjadi masa yang mendatangkan bahagia, bahkan kematian pun akan jadi akhir yang membahagiakan.
Sikap para usia lanjut kepada anak dan cucu hendaknya berdasarkan kasih Tuhan yang telah dirasakannya sepanjang perjalanan dan memancarkan kehidupannya.
Dengan melihat kehidupan yang telah dijalaninya dan dengan menyadari kasih Allah dalam hidupnya, para usia lanjut diharapkan dapat menyadari bahwa ia berharga bagi Allah, dan juga bagi keluarga.
Para usia lanjut berharga bukan karena apa yang bisa ia kerjakan dan lakukan, mereka berharga karena mereka telah melewati suatu masa yang panjang. Masa penuh kasih dan penyertaan Allah, yang dapat menjadi teladan bagi anak dan cucunya.
Ketika mengakhiri khotbahnya Romo Budi mengajak kembali umat untuk bernyanyi lagu “Hidup Ini adalah Kesempatan” dengan lirik lagu sebagai berikut:
Hidup adalah Kesempatan
Hidup ini adalah kesempatan
Hidup ini untuk melayani Tuhan
Jangan sia-siakan waktu yang Tuhan bri
Hidup ini hanya sementara
Ref:
Oh… Tuhan pakailah hidupku
Selagi aku masih kuat
Bila saatnya nanti, ku-tak-berdaya lagi
Hidup ini sudah jadi berkat
Sesudah misa berakhir kemudian dilanjutkan dengan pesta umat dan dihibur dengan beberapa nyanyian. Pada kesempatan itu, para lansia juga berkesempatan untuk mendapatkan layanan pemeriksaan kesehatan di depan halaman SMP Panca Pana.
Lansia adalah orangtua yang terus perlu kita rawat dan cintai sebagaimana dulu mereka merawat kita dengan penuh cinta ketika kita masih kecil dan tidak bisa melakukan apa-apa. Berbicara tentang orangtua, kita mesti ingat dengan penyair Romawi – Vergilius (70 seb. M – 19 M), yang pernah berkata:
“Omnia vincit amor et nos cedamus amori” yang artinya cinta mengalahkan segalanya. Maka marilah kita tunduk kepada cinta itu. Dengan cinta itu pula kita merawat orang tua.
Catatan: Tulisan dan foto oleh Monica Aurelia dan isi kotbah ditulis oleh Rm Budiharyana, Pr.