“KELUARGA SEBAGAI KOMUNITAS BERBAGI PANGAN”
Saudari-Saudara, umat Katolik di Keuskupan Agung Semarang yang terkasih.
Setiap tanggal 16 Oktober, sejak tahun 1982, Gereja Katolik turut serta memperingati Hari Pangan Sedunia (HPS). Pada peringatan ke-36 ini, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengajak seluruh umat katolik di Indonesia untuk merenungkan tema: “Keluarga sebagai Komunitas Berbagi Pangan”. Semangat berbagi sangat penting untuk ditumbuh-kembangkan mulai dari dalam keluarga, sehingga keluarga menjadi komunitas untuk berbagi, khususnya berbagi pangan.
Ketika semangat berbagi itu tidak ditumbuh-kembangkan dalam diri setiap pribadi, maka besar kemungkinan bahwa orang menjadi enggan atau tidak rela untuk berbagi. Sikap tidak rela berbagi itu tampak seperti kisah orang kaya yang diceritakan dalam Injil hari ini. Dikisahkan bahwa ada seorang kaya datang kepada Yesus dan bertanya kepada-Nya tentang apa yang harus diperbuatnya agar dapat memperoleh hidup yang kekal. Terhadap pertanyaan orang itu Yesus memberikan jawaban bahwa untuk dapat memperoleh hidup yang kekal orang harus menaati segala perintah Allah, yaitu “jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu” (Markus 10:19).
Bagaimana reaksi atau tanggapan orang tersebut? Mendengar jawaban Yesus itu, orang tersebut berkata, ”Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku”. Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu berkata kepadanya: “Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kau miliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya.
Terlihat bahwa orang itu enggan untuk berbagi. Mungkin karena dalam pengalaman hidupnya dia tidak pernah diajari dan dibiasakan bagaimana mesti berbagi, terlebih kepada orang-orang miskin. Maka ketika mendengar permintaan Yesus agar ia pergi, menjual yang dimiliki, dan membaginya dengan orang-orang miskin, ia menjadi sangat kecewa dan sedih.
Saudari-Saudaraku, putra-putri Kristus yang terkasih.
Kembali kepada tema HPS tahun ini “Keluarga sebagai Komunitas Berbagi Pangan”, secara khusus saya ingin mengajak seluruh umat untuk mengungkapkan syukur atas anugerah ketercukupan pangan di keluarga kita masing-masing. Caranya adalah dengan terus mengembangkan keutamaan untuk menghargai pangan dan kesediaan berbagi terutama dengan saudari-saudara kita yang berkekurangan.
Bagaimana keutamaan-keutamaan itu dikembangkan? Pertama-tama, kepada keluarga-keluarga umat katolik di Keuskupan Agung Semarang ini yang sehari-hari berprofesi atau bekerja sebagai petani, peternak, atau nelayan: saya mengajak Anda semua untuk bersyukur, berbangga, dan bergembira, sebab boleh ambil bagian dalam karya Allah menyejahterakan sesama melalui kerja yang menghasilkan bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap manusia. Menjadi petani, peternak, maupun nelayan, bukanlah kerja rendahan. Kerja tersebut sangat mulia dan sangat dibutuhkan oleh banyak orang. Tanpa Anda, kebutuhan pokok masyarakat tidak akan ada. Karena itu, sudah selayaknya kita dengan bangga dan sukacita nggematèni (merawat dan memelihara) tanaman pangan dan ternak yang kita miliki.
Kemudian kepada keluarga-keluarga yang selama ini menjadi pihak yang menikmati hasil jerih lelah para petani, peternak, dan nelayan: marilah kita kembangkan keutamaan dalam diri setiap anggota keluarga kita untuk menghargai serta menghormati profesi para petani, peternak, dan nelayan dengan cara mengonsumsi makanan dengan ugahari dan tidak membiasakan diri untuk menyisakan serta membuang makanan. Terhadap kecenderungan banyak orang suka membuang makanan, Paus Fransiskus melalui ensiklik Laudato Si mengingatkan kita akan ancaman “budaya membuang” (throw-away culture) yang mewarnai perilaku hidup kita (bdk. LS 22). Saya pun mengajak Anda semua untuk gemi dengan nggemèni atau ngopèni makanan yang diberikan Tuhan, tanpa menjadi owelatau pelit untuk berbagi rezeki kepada sesama, khususnya yang sangat membutuhkannya.
Demi tujuan ini, maka penanaman dan penghayatan nilai-nilai untuk menghargai pangan sebagai berkat dari Allah untuk semua mahkluk dan semangat solidaritas dengan berbagi pangan, memang harus kembali dan terus dipupuk, mulai dari tengah keluarga kita hingga meluas kepada komunitas-komunitas atau kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Mengingat betapa pentingnya masalah pangan bagi seluruh umat manusia, kita perlu membangun habitus yang baik terkait dengan pangan. Misalnya: 1) membiasakan untuk berdoa sebelum dan sesudah makan, baik secara pribadi maupun bersama, di keluarga dan komunitas kita, untuk bersama-sama mensyukuri anugerah pangan yang kita terima dari Tuhan; 2) mengusahakan pola makan dan makanan yang sehat; 3) gerakan Jumat pantang makan nasi atau gerakan Jumat mengonsumsi jenis makanan lokal; 4) dan membangun kebiasaan untuk tidak menyisakan dan membuang-buang makanan.
Saudari-Saudara, umat Katolik di Keuskupan Agung Semarang yang terkasih.
Dalam kesempatan ini, marilah kita secara khusus juga mendoakan dan berterima kasih kepada para petani, peternak, nelayan, dan semua orang yang dengan tekun dan sabar telah mengupayakan ketersediaan pangan untuk kita semua. Semoga mereka senantiasa dilimpahi rahmat kegembiraan, kesehatan, dan kesejahteraan.
Akhirnya, dengan penuh syukur atas kelimpahan rahmat Tuhan, marilah kita berusaha sedikit lebih keras lagi untuk mengambil langkah pertama dan terlibat dalam gerakan HPS tahun ini (bdk. Evangelii Gaudium art. 24), karena “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. Namun baik juga perbuatanmu, bahwa kamu telah mengambil bagian dalam kesusahanku. Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemulianNya dalam Kristus Yesus” (Flp 4:13-14.19). Berkah Dalem.
Semarang, 27 September 2018
Pada Peringatan Santo Vincentius a Paulo
Pencinta orang-orang kecil dan miskin
† Mgr. Robertus Rubiyatmoko
Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang