Salah satu alasan mengapa sudah ‘gaek’ (63 tahun), namun saya baru menerima Sakramen Penguatan adalah masalah presensi. Ya presensi atau kehadiran, baik pada saat pelajaran pendampingan, mengikuti misa mingguan maupun mengikuti misa harian.
Saya waktu masih muda dan masih aktif bekerja tidak bisa memenuhi target prosentase kehadiran ketiganya yakni sesi pelajaran, misa mingguan maupun misa harian. Untuk diketahui, saya dibaptis masuk gereja Katolik saat saya sudah berusia 27 tahun, sudah bekerja dan kebetulan mempunyai banyak tugas yang seringkali mendadak.
Saatnya harus pelajaran, tiba-tiba ada panggilan tugas. Dan tugas yang mendadak itupun tidak mengenal hari. Hari Minggu pun sering terjadi dan harus bertugas sehingga membatalkan untuk ‘ndherek misa’. Demikian pula misa harian, saya tidak bisa rutin menjalaninya. Bila tugas harus diselesaikan sampai larut malam, maka paginya mesti bangun kesiangan. Alhasil, saya sering gagal untuk mengikuti Sakramen Penguatan. Akibatnya, setelah beberapa kali gagal dan keterusan, saya tidak lagi memikirkannya dan tidak lagi berniat mendaftar Sakramen Krisma.
Sampai suatu kali beberapa tahun lalu, sesudah saya pensiun dini karena sakit, ada seorang teman yang menegur saya karena saya belum menerima Sakramen Penguatan. Beliau mengatakan bahwa di samping sebagai kelengkapan Sakramen Inisiasi, Sakramen Penguatan juga penting agar saya semakin dewasa dalam beriman Katolik. Seperti yang disampaikan oleh ‘rama kanjeng’ Mgr Ruby bahwa dewasa iman itu antara lain adalah semakin mengenal Yesus Kristus sang Juru Selamat yang kita imani, menerima buah Roh dan menerapkannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
Digelayuti perasaan was-was apakah saya bisa memenuhi target presensi mengingat kondisi sakit yang saya derita (dan juga malu karena paling ‘tuwek’ dan juga pakai kursi roda), pada ‘injury time’, saya mendaftar meskipun hanya melalui via WA dan tentu juga karena disemangati para pengurus lingkungan. Pada saat briefing pertama kali, muncul rasa sedikit gembira karena bisa bertemu sesama umat lingkungan. Meskipun mereka belum tua benar namun sudah cukup dewasa. Juga ada beberapa umat yang terbilang senior dari lingkungan lain.
Namun saat diumumkan pembagian kelas, perasaan was-was itu muncul lagi karena kelas dewasa ditempatkan di lokasi yang jalur keluar masuk kelas cukup menyulitkan bagi saya karena untuk bergerak pun saya harus pakai kursi roda. Nah, di sinilah apa yang saya sebut “musibah menjadi berkah” dimulai. Paling tidak berkah bagi diri saya sendiri.
Pandemi Covid-19 mulai merajalela dan memciptakan banyak masalah. Protokol kesehatan mulai diterapkan. Di antaranya, ibadah offline dilarang. Demikian juga pengajaran offline dalam kelas. Pelaksanaan Sakramen Penguatan pun sangat tidak jelas kapan mau dilaksanakan. (Tetapi saya sempat mendapatkan 1 paraf dari Rm Billy untuk kegiatan mengikuti misa hari Minggu, he he he).
Sampai suatu saat ada pengumuman, persiapan menuju Sakramen Penguatan tetap akan dilaksanakan sambil menunggu kepastian kapan Sakramen Penguatan akan dilaksanakan. Pelajaran pendampingan dibagi per-wilayah, juga dibagi antara calon dewasa dan calon remaja. Berkah bagi saya, pendamping (Kak Rose yang baik hati dan tidak sombong, hehehe), menunjuk rumah saya sebagai lokasi kelas dewasa untuk wilayah saya. Berarti saya bisa memenuhi prosentase presensi. InshaYesus saya bisa memenuhinya 100 % (bahkan lebih. Lha saya sudah siap, tiba-tiba pertemuan dibatalkan, berarti saya hadir melebihi teman lainnya, kan? He he he )
Begitu pula, misa hari Minggu dan harian, karena kondisi sakit saya dan menurut protokol kesehatan, saya diijinkan mengikuti secara live streaming dan hanya melaporkan inti renungan dari romo via WA grup. Demikianlah, sampai akhirnya pada hari Minggu sore tanggal 06 Juni 2021, saya menerima Sakramen Penguatan melalui tangan Uskup Agung Semarang, Mgr Robertus Rubiatmoko.
Puji Tuhan, syukur kepada Allah. Musibah telah menjadi berkah (paling tidak bagi saya)
Maaf, bukan berarti saya mensyukuri wabah pandemi covid-19 lho.
Tulisan oleh Pakdhe Nang, foto oleh Roshinta
(Sampai jumpa di catatan kecil berikutnya)