Pada waktu itu, Nandus ikut hadir dalam ibadat harian di Biara Trapis Rowoseneng. Saat pendarasan Mazmur, para rahib duduk, tetapi tiba-tiba mereka berdiri dan membungkuk saat menyanyikan Kemuliaan kepada Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus…. Setelah ibadat selesai, saat bertemu dengan seorang rahib di situ, bertanyalah Nandus tentang apa arti membungkuk saat menyanyikan doa Kemuliaan itu. Rahib itu lalu menjelaskan makna doa Kemuliaan dan mengapa ada kebiasaan membungkuk tersebut.
Doa Kemuliaan termasuk dalam kelompok doksologi. Doksologi berarti ungkapan pujian sebagai tanda hormat yang disampaikan kepada Tritunggal Yang Mahakudus. Itulah sebabnya, saat mengucapkan Kemuliaan itu, para rahib membungkuk sebagai tanda hormat. Dalam liturgi Gereja, ada sejumlah doksologi: 1) Doksologi Mayor (besar), yaitu kidung Kemuliaan dalam Perayaan Ekaristi; 2) Doksologi Minor (kecil), yaitu ayat Kemuliaan kepada Bapa dan Putra dan Roh Kudus seperti biasa kita doakan sehari-hari (PS13); 3) Doksologi yang ada dalam setiap madah Ibadat Harian; dan 4) Doksologi Doa Syukur Agung dalam Perayaan Ekaristi yang diucapkan oleh imam atau pun para imam konselebran.
Doa Kemuliaan merupakan pengakuan kita akan keagungan dan kebaikan Allah yang tanpa batas. Di dalamnya terangkum pengakuan akan seluruh karya penciptaan Allah maupun karya penyelamatan-Nya yang mengagumkan.
Di dalam doa kemuliaan, kita yang kerap kali merasa takut, cemas, khawatir, atau putus asa ini, diteguhkan dalam pengharapan bahwa “jika Allah berada di pihak kita, siapa yang dapat melawan kita?” (Rm. 8:31). Doa kemuliaan adalah doa surgawi yang mengungkapkan pujian tiada henti kepada Allah dan pengakuan kita kepada-Nya bahwa kita tidak memiliki apa pun tanpa belas kasihan-Nya yang tiada batas. Maka, marilah kita menyadari hal ini setiap kali kita mengucapkan doa Kemuliaan.
#Sekolah Liturgi
