Saat membukakan pintu garasi mobil, Mbok Inah si pembantu rumah tangga tersenyum gembira. “Kok senyum-senyum, Mbok Inah, ada apa?” tanya Bu Sunardi sambil keluar dari mobil. “Iya, Bu, saya itu selalu senang namun juga heran, kalau Ibu dan Bapak serta anak-anak pulang dari gereja gini, kok, selalu tampak ceria, bahagia, dan damai gitu, lho, Bu,” kata Mbok Inah. “He… he… he, ya pastilah Mbok Inah, kan kami baru saja berjumpa dengan Tuhan dalam Misa Kudus,” sahut Pak Sunardi sambil mengunci pintu mobil.
Kesaksian Mbok Inah kiranya menggambarkan aura sukacita dan damai yang dimiliki orang-orang Katolik yang penuh kesadaran telah menyambut Tuhan dalam Ekaristi. Itu pula kiranya yang terjadi ketika Elisabet menerima kunjungan Bunda Maria yang sedang mengandung Yesus Tuhan, seperti yang menjadi pesta hari ini. Maka, kata Elisabet, “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan” (Luk. 1:42-44). Terhadap peristiwa itu, Santo Yohanes Paulus II memberikan komentar yang sangat indah:
Tatkala Maria dalam kunjungan (kepada Elisabet), dalam rahimnya mengandung Sabda yang telah
menjadi daging, dalam arti tertentu, ia menjadi “tabernakel” –tabernakel perdana dalam sejarah.
Di sana Putra Allah, yang masih belum terlihat oleh mata manusia, membiarkan diri-Nya disembah oleh
Elisabet, memancarkan terang-Nya lewat mata dan suara Maria (EE 54).
Demikianlah, Maria menjadi Tabernakel Hidup karena Tuhan Yesus sudah berada dalam kandungannya. Bukankah setelah menerima Komuni Suci, kita pun menjadi Tabernakel yang Hidup, karena dalam arti tertentu kita pun telah “mengandung” Yesus. Ini realitas sakramental yang terjadi dalam hidup kita setelah menerima Ekaristi Kudus. Menjadi tugas kita selanjutnya untuk membagikan sukacita itu kepada setiap orang yang kita jumpai dalam hidup sehari-hari!