KOMSOS-GMMK. Dalam masa pandemi Covid-19, Paroki Maria Marganingsih Kalasan melaksanakan Perayaan Minggu Palma dengan mematuhi protokol kesehatan yang ketat. Perayaan dilaksanakan empat kali dan diawali pada tanggal 27 Maret 2021.
Umat wilayah Johanes Paulus 2, Yusup Kalasan Tengah, dan Theresia Kalasan Tengah mengikuti perayaan kedua pada pukul 19.00. Hujan gerimis tidak menyurutkan semangat dan antusiasme umat untuk mengenang kembali peristiwa Yesus dielu-elukan masuk kota Yerusalem.
Umat lingkungan wilayah Johanes Paulus 2 menyertai ibadat dengan lagu-lagu yang dinyanyikan secara merdu, diiringi organis Amel. Perayaan Ekaristi yang berlangsung sederhana tanpa menggunakan arak-arakan itu tampak kian khidmat. Edgar, Tino, Monica dan Sekar bertugas pasio dan mengajak umat untuk merenungkan Kisah Sengsara Tuhan Yesus Kristus (Pasio) menurut Injil Markus. Sedangkan yang bertugas sebagai lektor adalah Putri.
Dalam khotbah, Romo Vincentius Yudho Widianto, Pr., mengatakan, “Perayaan Minggu Palma dibagi dalam dua bagian besar, yaitu bagian menggembirakan dan bagian menyedihkan. Bagian menggembirakan tampak ketika Yesus masuk ke Yerusalem dan dielu-elukan. Bagian menyedihkan muncul ketika umat diajak untuk merenungkan kisah sengsara. Seruan ‘Hosana Putra Daud’ dan ‘Salibkan Dia!’ selalu ada dalam perayaan Minggu Palma. Alasannya, ketika orang Yerusalem menyambut Yesus sebagai Raja kemudian terhasut dan termakan hoax mengenai berita buruk mengenai Yesus, maka orang Yerusalem menjadi berteriak, ‘Salibkan Dia!’”
Romo Yudho juga menyinggung tokoh Pilatus, pribadi yang mengetahui bahwa Yesus tidak bersalah, sekaligus ia takut mengambil kebijakan untuk melawan hasutan serta hoax. Pilatus lebih membela orang yang kira-kira aman, tidak membuatnya susah dan lebih menyenangkan banyak orang. “Apa yang dialami Pilatus barangkali juga terjadi dalam hidup kita sehari-hari. Kita bisa saja menjadi seperti orang Yerusalem atau Pilatus,” tegas Romo Yudho.
Dalam akhir khotbahnya, Romo Yudho mengajak umat untuk merenungkan, apakah kita sebagai umat Katolik sudah “full time” menjadi Katolik? Apakah kita sudah menampakkan tanda menjadi pribadi Katolik? Atau malah menjadi seperti sosok Pilatus dan orang-orang Yerusalem?
Catatan: Liputan oleh Dorothea Devina Krismayanti (Vina), foto oleh Gus Nanang dan editor: C. Ismulyadi