KOMSOS GMMK. Sebanyak 139 orang yang diusulkan oleh umat untuk menjadi prodiakon baru Paroki Maria Marganingsih Kalasan hadir pada acara pembekalan yang diselenggarakan di pendopo depan gereja Kalasan. Bertindak sebagai pemateri adalah Romo Vincentius Yudho Widianto, Pr. Acara yang dipandu oleh YB Sukartono selaku ketua bidang Liturgi dimulai pukul 16:00. Penyampaian materi oleh Rm Yudho dipenuhi dengan banyak gelak tawa karena gaya penyampaian Rm Yudho yang banyak dibumbui dengan jokes-jokes cerdas.
Sesudah acara pembekalan, mereka kemudian dilantik menjadi prodiakon dalam perayaan ekaristi yang dipimpin oleh Rm Antonius Dadang Hermawan, Pr dan didampingi Rm F.X Murdi Susanto, Pr.Di awal pembekalan, Rm Yudho menyebutkan bahwa menjadi prodiakon adalah suatu panggilan yakni cara kita terlibat dalam karya keselamatan Allah. Pelayanan ini didasari pada dokumen Lumen Gentium Konsili Vatikan 2 pada artikel 11 yang berbunyi “Sebab mereka yang dibabtis karena kelahiran kembali dan pengurapan Roh Kudus disucikan… dengan segala perbuatan mereka, mempersembahkan korban rohani, dan untuk mewartakan daya-kekuatan Dia…”
Kita semua sama dalam babtisan dan mempunyai kewajiban yang sama yakni untuk melayani sesama dan mewartakan kabar suka cita. Sebagaimana perutusan Yesus yang berperan sebagai imam, raja dan nabi, prodiakon pun mempunyai tugas perutusan seperti itu. Menjadi seorang imam artinya kita bertugas untuk menguduskan orang lain; menjadi raja artinya menjadi pimpinan dan seringkali kita menjadi bahan rujukan yang sering diminta berbagai pertimbangan dari umat; menjadi nabi artinya mewartakan kebenaran dan kabar gembira dan kita harus siap menjadi “martir”. Artinya, kita harus siap ketika mendapatkan tantangan atau tidak disukai umat. Dalam perutusan seringkali kita juga mendapatkan tantangan ketika kita “harus” melayani umat pada saat kita sebenarnya sudah merasakan lelah secara fisik dan kadang kita menjadi kurang ikhlas dalam melayani. Ini perasaan yang sangat manusiawi dan menjadi luar biasa bila kita mampu melampauinya.
Salah satu hakekat perayaan liturgi adalah keterlibatan kaum awam dan prodiakon itu adalah kaum awam. Ciri khas kaum awam adalah hidup di tengah dunia dengan tugas istimewa untuk menerangi dunia sesuai dengan kehendak Kristus.
“Jadi Gereja memandang kaum awam itu penting karena yang terlibat dalam hidup di tengah masyarakat itu kaum awam. Dan yang lebih penting lagi adalah keterlibatan kaum awam dalam perayaan liturgi,” (Rm Yudho)
Salah satu keterlibatan kaum awam adalah menjadi prodiakon. Menjadi prodiakon berarti mewujudkkan semangat perutusan Kristus melalui liturgi.
Prodiakon akan mendapat surat tugas dari Uskup sebagai rujukan formal untuk bertugas, artinya uskup lah yang memberi kepercayaan kepada prodiakon untuk melaksanakan tugas perutusan. Surat tugas itu mencakup tempat dan jangka waktu tertentu yakni di Paroki Maria Marganingsih Kalasan artinya tidak bisa melaksanakan tugas sebagai prodiakon di paroki lain tanpa ijin.
“Maka banggalah menjadi prodiakon karena Anda mendapat surat tugas langsung dari Uskup,” kata Rm Yudho sambil tersenyum.
Romo yang lahir pada tanggal 8 Juli 1985 dan berasal dari Paroki Santo Yakobus Bantul ini kemudian juga menjelaskan makna kata prodiakon. Prodiakon adalah kata bentukan dari kata ‘pro’, kata Latin ‘yang berarti ‘demi’, dan kata ‘diakon’ yang berarti ‘melayani’. Dengan demikian kata ‘prodiakon’ dapat diartikan sebagai ‘untuk melayani’. Di samping itu romo Yudho juga menjelaskan tentang perbedaan jubah dan alba serta perkembangan sebutan prodiakon.
Menjadi prodiakon adalah panggilan hidup. Kita juga harus sadar bahwa sebagai prodiakon itu kita ambil bagian dalam karya pengudusan umat oleh Allah.
Sesudah pembekalan berakhir, acara kemudian dilanjutkan dengan pemilihan koordinator prodiakon paroki. Petrus Sentot Widiyanto akhirnya terpilih menjadi koordinator prodiakon paroki Maria Marganingsih Kalasan menggantikan Robertus Gunarso yang bertugas pada periode sebelumnya.