Tema sarasehan kali ini berfokus pada pengembangan budaya “kita”, dengan prinsip “Seratus Persen Katholik, Seratus Persen Indonesia”. Acara ini dilaksanakan di rumah Ibu Retnoningsih pada tanggal yang telah ditentukan dan dipandu oleh Bapak Edy Sukamto. Dalam pertemuan ini, Ensiklik Rerum Novarum menjadi sorotan utama, yang secara khusus membahas keterlibatan umat dalam lingkungan terkecil mereka, yaitu masyarakat sekitar. Ensiklik ini menekankan pentingnya komunitas dalam mencapai kesucian dan bahwa beriman bukanlah sesuatu yang bersifat pribadi semata, tetapi merupakan usaha bersama dalam gerak komunitas.
Bapak Edy Sukamto menjelaskan bahwa keterlibatan dalam komunitas tidak hanya sekadar berpartisipasi tetapi merupakan usaha bersama untuk mewujudkan kesucian dan integritas dalam masyarakat. Dalam sarasehan ini, umat diundang untuk merenungkan bagaimana mereka dapat berperan aktif dalam komunitas mereka dan berusaha untuk mewujudkan prinsip-prinsip Katolik dalam kehidupan sehari-hari. Umat diingatkan bahwa beriman berarti turut bergerak bersama, bukan hanya sekadar menjalani kehidupan secara individual.
Salah satu contoh konkret yang dibahas dalam sarasehan adalah pengalaman Mas Heri, yang menghadapi situasi di mana usulnya tidak mendapatkan persetujuan. Cerita ini digunakan untuk menunjukkan bahwa terkadang pendapat pribadi tidak selalu diterima oleh orang lain karena adanya kepentingan atau pertimbangan yang lebih besar. Hal ini mengajarkan umat tentang pentingnya memahami dinamika kelompok dan kepentingan bersama dalam proses pengambilan keputusan.
Selain itu, pembicaraan juga mencakup sejarah awal pembentukan lingkungan, yang dulunya dimulai sebagai Kring. Tujuannya adalah untuk menciptakan wadah di mana umat dapat berkumpul dan bergerak bersama untuk menghadirkan wajah gereja dalam masyarakat. Sarasehan ini dihadiri oleh 40 umat, yang menunjukkan antusiasme dan komitmen mereka terhadap pengembangan budaya komunitas dan peran mereka dalam mewujudkan nilai-nilai gereja di lingkungan mereka.