Doa merupakan sarana membangun relasi dan komunikasi dengan Allah. Dalam keheningan doa, kita diajak untuk senantiasa mendengarkan Sabda-Nya. Berjumpa dan mengalami kepenuhan kasih-Nya. Melalui do akita diajak untuk selalu membuka diri terhadap sapaan Allah dan membiarkan Roh-Nya terus berkarya di dalam hati kita. Hal ini merupakan tema pertemuan APP Kedua yang dirumuskan dengan judul “Hidup Doa sebagai Pendamaian dengan Allah.”

Lingkungan Gregorius Agung Kaliajir mengadakan Pertemuan APP yang kedua pada hari Jumat, 14 Maret 2025 pukul tujuh (7) malam di rumah Keluarga Yohanes Baptista Topo Kusnandar. Dihadiri oleh dua puluh satu (21) umat, di antaranya tampak 3 orang anak. Mereka adalah Ave, Nea, dan Kesya, yang selalu rajin menghadiri latihan koor, pendalaman iman, maupun pertemuan APP. Ignatia Gondowati selaku wakil ketua lingkungan mengawali pertemuan APP dengan pengantar singkat, dirangkai dengan mengidungkan lagu pembuka dari Puji Syukur nomor 601 dipandu Theovillus Suwarto. Pertemuan APP kedua dipandu oleh RB Maryanto.

Dalam panduan renungan APP disampaikan, bahwa ada empat (4) hal utama yang diungkapkan dalam doa, yaitu: 1) berdoa harus dilakukan dengan tulus; 2) dalam doa malam sebaiknya ada ungkapan terima kasih, mohon ampun, dan mohon berkat; 3) dalam tahun Yubelium, doa adalah pusat peziarahan iman untuk menemukan pengharapan; 4) berani menyatakan pengalaman perjumpaan dan kasih Allah kepada sesama. Prodiakon memberi kesempatan kepada umat untuk menjawab pertanyaan panduan. Lambertus Tallu Lembang menyampaikan bahwa dalam berdoa sebaiknya dilakukan dengan sepenuh hati agar dapat menemukan iman yang hidup, menemukan kehadiran Tuhan, dan sungguh merasakan kehadiran-Nya dalam hidup kita setiap saat. RB Ari Purnomo mengungkapkan pengalamannya ketika pulang dari bepergian menjumpai istri tertidur di kursi ruang tamu, ketika akan dipindahkan ke kamar baru disadarinya bahwa ada pengaruh ‘roh lain’ merasuki tubuh istri. Setelah didoakan Bapa Kami dan Aku Percaya dengan sungguh-sungguh, ‘roh lain’ itu pergi. Istri pun bisa diajak komunikasi meskipun tubuhnya lemas. “Pengalaman nyata, jika doa kita diungkapan dengan sungguh-sungguh dan percaya, kekuatannya luar biasa,” tegas Ari. Menjawab pertanyaan kedua, Fabianus Dimas Ariyanto mengawali sharingnya dengan mengatakan, “Sering sekali saya merasa jadi orang Katolik yang tidak berguna. Mengapa? Karena tidak selalu terlibat dalam kegiatan lingkungan karena tugas.” Sebagai orang Katolik tidak cukup hanya rajin berdoa dan rajin ke gereja, tetapi harus membagikan pengalaman perjumpaan dengan Allah yang dekat, berbelas kasih, dan berbela rasa kepada sesama. Orang Katolik harus mau dan bisa menjadi saksi Kristus dalam kehidupan sehari-hari dengan memberikan contoh yang baik. Jika menjadi Bapak, jadilah seorang bapak yang baik dan bertanggung jawab. Demikian juga ketika menjadi ibu, anak, anggota masyarakat, dan ketika menjadi anggota Gereja. Apa pun tugas dan peran kita, lakukanlah dengan baik agar bermanfaat bagi diri sendiri, sesama, dan gereja demi kemuliaan Tuhan. Romana Fransisca Pujiyati menutup sesi sharing, sekaligus menjawab pertanyaan ketiga, dengan mengungkapkan pengalaman doa yang dilakukan secara rutin sebagai sarana pertobatan yang membuatnya dapat menemukan dan melaksanakan kehendak Allah di dalam hidupnya. Ingin rasanya selalu melibatkan anak cucu dalam kehidupan doa, tetapi hal itu tidak selalu terjadi seperti yang diharapkannya. Namun, setidaknya Puji terus memberikan kesaksian kasih Tuhan melalui kehidupan doa.
