Lingkungan St. Bartolomeus Brintikan mendapat tugas pelayanan Caos Dahar Romo pada hari Kamis, 6 Februari 2025. Pada pagi hari, keluarga Franciscus Suparman bertanggung jawab menyiapkan makanan untuk romo, dilanjutkan oleh keluarga Antonius Budimin pada siang hari, dan keluarga Yohanes Pembaptis Sumaryadi pada sore/malam hari. Sementara itu, Theresia Ildayati bertugas mengantar makanan ke pastoran Paroki Maria Marganingsingsih Kalasan.
Sebagaimana telah disepakati dalam pertemuan ibu-ibu Wilayah St. Petrus Damianus Kalasan Timur untuk menu masakannya sebagai berikut : • Pagi hari : Capcay sayuran + ayam, perkedel, tahu, tempe, snack • Siang hari : Soup (sayuran dipisah), ayam goreng, tahu, tempe, buah • Malam hari : Lodeh sayuran santan bening, ikan Lombok hijau, tahu dadar, kerupuk.
Dengan senang hati, ikhlas, dan penuh tanggung jawab keluarga di Lingkungan St. Bartolomeus melaksanakan tugas tersebut.
Gereja Katholik sebagai komunitas iman yang menghormati keberagaman budaya, senantiasa menghargai dan merangkul budaya lokal dalam kehidupan menggereja, selama nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak bertentangan dengan ajaran Gereja. Salah satu bentuk nyata dari inkulturasi iman Katolik dalam budaya lokal, khususnya dalam tradisi masyarakat Jawa dan beberapa budaya lainnya di Indonesia, adalah Caos Dahar Romo, sebuah kebiasaan yang telah berlangsung turun-temurun sebagai wujud penghormatan dan kasih umat kepada gembala rohani mereka.
Meskipun tampak sederhana, Caos Dahar Romo memiliki makna yang mendalam, tidak hanya sebagai ungkapan syukur dan kasih umat kepada pastornya, tetapi juga sebagai sarana untuk mempererat hubungan antara umat dan pemimpin rohani mereka dalam suasana kekeluargaan. Lebih dari sekadar tradisi berbagi makanan, praktik ini mencerminkan nilai kebersamaan, kepedulian, dan semangat pelayanan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan Gereja. Oleh karena itu, dalam dinamika perkembangan iman Katolik di Indonesia, Caos Dahar Romo tetap dipertahankan dan dihargai sebagai salah satu wujud nyata dari perpaduan antara iman dan budaya yang selaras dengan semangat evangelisasi dan kehidupan menggereja yang inklusif.