Komsos-GMK. Untuk pertama kalinya Gereja Marganingsih Kalasan mengadakan ibadat Jumat Agung pada pukul 12:00 tepat pada tanggal 30 Maret 2018. Ini dimaksudkan untuk mengenang kisah sengsara Tuhan Yesus di kayu salib selama 3 jam dari pukul 12:00 sampai pada wafatnya pada pukul 15:00.
Ibadat Jumat Agung dalam bahasa Jawa dipimpin oleh Romo Robertus Budiharyana, Pr dipandu oleh Paulus Sriyanto selaku MC. Sementara petugas koor yang bertugas adalah PS Lingkungan St Yusup Kringinan Wil Johanes Paulus II. Pasio dengan apik dibawakan oleh Karina Dewanti, Kelik, Edgar serta Rm Budi yang berperan sebagai Yesus. Kelik, salah satu narator petugas pasio, menyanyikan kisah sengsara Tuhan Yesus dengan nada bergetar ketika dia mengucapkan kalimat “Tumuli, Mustaka tumungkul, Gusti Yesus sedo”. Sontak umat tertunduk, terdiam dan terlibat dalam penghayatan mendalam tentang sengsara Tuhan Yesus di kayu salib. Petugas pasio juga didukung oleh beberapa petugas lain yang mendukung penghayataan kisah sengsara.
Dalam ibadat juga dilakukan penghormatan salib yang didahului dengan perarakan Salib yang berhenti pada 3 titik yakni di depan pendopo, di dalam gereja bagian tengah, dan di depan altar. Umat dengan khusuk bersujud di hadapan salib. Sesudah itu para prodiakon dibantu putra altar membawa salib besar di beberapa lokasi dan umat secara pribadi memberikan penghormatan dengan mencium salib. Ini menjadi peristiwa yang sungguh menyentuh hati umat. Beberapa umat terlihat tertunduk dan menitikkan air mata sesudah memberikan penghormatan kepada salib Yesus.
Dalam homili singkatnya, romo Budi menegaskan bahwa orang-orang Yahudi mengalami perubahan sikap. Minggu lalu mereka mengelu-elukan Yesus sebagai raja dan hari ini mereka menjadi kejam dan sadis dengan menolak Yesus dan meneriakkan “Salibkan Dia”. Para murid pun meninggalkan Yesus kecuali Yohanes dan Bunda Maria. Penduduk Yerusalem bukan lagi Yerushalom yang artinya umat yang merindukan damai, sejahtera dan memohon keselamatan, tetapi menjadi Yerusalim yaitu orang orang yang bengis, yang menolak dan membunuh orang yang dirindukannya yakni Yesus.
Peristiwa Jumat Agung ini memenuhi yang dinubuatkan Yesus sendiri bahwa dia mau mengawali sengsara dan akan mengakhiri perutusannya yakni wafat di salib. Peristiwa yang kita kenangkan memenuhi apa yang dilakukan dan dikatakan Yesus dalam perjamuan terakhir. Apa yang dikatakan Yesus digenapinya di Golgota dalam penyaliban.
Romo Budi dengan detil menjelaskan bahwa pukul 19:00 tadi malam Yesus mengadakan perjamuan terakhir bersama muridnya dan nubuat dan sengsaranya sudah disampaikan saat itu. Tiga jam kemudian yakni pukul 22:00, Tuhan Yesus berdoa di Getsemani dan kita menemani dalam tuguran. Pukul 4 pagi harinya Yesus dihadapkan pada Hanas dan Kayafas dan di situlah penyangkalan dilakukan oleh Petrus. Pukul 6 Yesus dihadapkan pada Pilatus dan juga dihadapkan pada rakyat yang menolak dan bertindak kejam kepadaNya. Pukul 9 Yesus memanggul salib ke puncak Golgota. Mulai pukul 12 siang Tuhan Yesus dipaku di kayu salib dan pukul 15:00 Tuhan Yesus wafat.
Bila kita merayakan ibadat Jumat Agung pada pukul 12, inilah saatnya Tuhan Yesus dipaku di salib. Ini dimaksudkan agar kita bisa lebih menghayati sengsara yang paling menyakitkan yang dialami Yesus selama 3 jam sampai Yesus wafat.
Hari ini selubung salib di belakang altar akan dibuka. Nampak jelas bahwa Yesus melepaskan keallahannya dan menjadi manusia yang paling hina selayaknya orang berdosa, selayaknya penjahat yang menderita dan wafat. Salib yang menyatakan penderitaan ditutup mulai minggu kelima masa prakasah untuk menutupi kemuliaan dan kejayaan dan mulai hari ini dibuka.
Untuk siapa Tuhan Yesus mengalami derita ini? Tentu saja untuk kita semua dan keselamatan kita. Maka tidak ada kata lain kecuali mengucapkan “Terima kasih Tuhan dan kasihanilah kami”.
“Marilah kita menghormati salib Tuhan kita Yesus karena di situlah kita semua dapat menimba kekuatan. Dari salib itulah mengalir kebangkitan dan hidup yang baru bagi kita semua,” ajak romo Budi.