Saat doa malam bersama dalam keluarga, bapak yang memimpin doa malam mempersilakan istri dan anakanaknya mengungkapkan doa spontan. Andi berdoa, “Tuhan, malam ini pertandingan sepak bola, berilah kemenangan pada MU, ya, Tuhan!” Tetapi Bayu, adiknya, tidak mau kalah, “Tuhan, biarkanlah Liverpool yang menang nanti, ya, Tuhan!”
Rupanya kedua anak remaja itu suka menonton sepakbola Liga Inggris, namun jagoan mereka berbeda. Nah, kebetulan malam itu dua jagoan mereka akan bertemu. Selesai doa, bapaknya berkata sambil terkekeh, “Wah, Tuhan jadi bingung ini nanti, mengabulkan doa Andi atau Bayu, ya…, he… he.”
Dan kedua anaknya itu malah tersenyum-senyum tanpa ada rasa permusuhan meski beda jagoannya. Keluarga ini tentu keluarga kristiani yang baik, sebab menghidupi tradisi doa bersama keluarga. Yang menarik, meskipun dua anak mereka itu sama-sama hobi nonton sepak bola dan memiliki kesebelasan favorit sendiri-sendiri –malah masuk dalam doa mereka–, keluarga ini tetap rukun dan damai.
Inilah salah satu contoh konkret harapan Gereja Keuskupan Agung Semarang yang bercita-cita membangun Gereja yang inklusif, inovatif, dan transformatif, demi terwujudnya peradaban kasih di Indonesia. Kita mengharapkan keluarga keluarga Katolik, umat KAS, menjadi keluarga-keluarga yang menghayati hidup rukun dan damai, mudah berkomunikasi satu sama lain dalam kasih, dan hidup bertetangga secara aktif dan inklusif. Kekuatan untuk membangun keluarga kristiani macam ini adalah doa bersama, khususnya mengucapkan doa-doa tradisi Katolik.
Gereja memandang tradisi doa Katolik sebagai salah satu usaha mentradisikan iman yang berlangsung; dalam tradisi doa ini tersimpan iman Gereja dan kenyataan-kenyataanrohani yang dialami umat beriman sepanjang sejarah (bdk.KGK no. 2651).
***Sekolah Liturgi