30 Pasang Keluarga Muda Antusias Mengikuti Rekoleksi Bertema “Anak Bojo Ora Connect, Mertua Konslet”
Keluarga merupakan kelompok terkecil dalam Gereja sebagai umat Allah.Oleh karenanya keluaga sering disebut sebagai Gereja kecil.Hal ini sejalan dengan yang tertulis dalam Bdk Amaris Laetitia 01 yang menyebutkan bahwa sukacita keluarga-keluarga merupakan sukacita Gereja.Warta tentang keluarga merupakan kabar gembira.Oleh karena itu apabila keluarga kuat dan kokoh maka dapat diharapkan gereja bisa tumbuh kokoh dan berkembang dalam membawa kabar sukacita.
Inilah yang mendasari Tim Pastoral Keluarga Katolik Gereja Marganingsih Kalasan bekerja sama dengan Komunitas ME Jogya-Solo-Magelang mengadakan rekoleksi keluarga muda dengan usia pernikahan di bawah 15 tahun. Rekoleksi ini dilaksanakan pada hari Minggu, 16 Juli 2017 di gedung pastoran baru GMK.Rekoleksi ini dihadiri 30 pasang keluarga dan 5 pasang pengurus. Rekoleksi yang dimulai pukul 16:00 dan berakhir pukul 19:00 ini berlangsung sangat semarak dengan mengambil tema besar “Komunikasi dalam Keluarga pada Era Digital” dengan sub-tema yang lebih menarik dan provokatif yakni “Anak Bojo Ora Connect, Mertua Konslet”. Sebagai nara sumber dihadirkan pasangan Yohana Fransiska Heny Wilianti yang akrab dipanggil Lian dengan suaminya Edy. Nara sumber lain yang dihadirkan adalah Romo L. Dwi Agus Merdi Nugroho, Pr yang memberikan peneguhan di akhir sesi rekoleksi.
Keluarga-keluarga kristiani dewasa ini mengalami banyak tantangan baik internal maupun eksternal.Tantangan ini bila tidak dikelola dengan baik maka bisa menimbulkan konflik dan krisis keluarga yang berkepanjangan. Keluarga-keluarga muda merupakan medan strategis bagi pendidikan dan persemaian iman anak karena pada usia dini anak relatif lebih dekat dengan orangtua sebagaimana ditulis dalam Bk Amoris Laetitia 229 “Oleh sebab itu, paroki dan gerakan-gerakan diharapkan menyediakan program pastoral keluarga dalam berbagai bentuk bagi para suami istri muda.” Acara rekoleksi ini menjadi kegiatan nyata dari Tim Pastoral Keluarga Katolik GMK dalam menanggapi anjuran Bk Amoris Laetitia 229 tersebut yakni dalam rangka mewujudkan keluarga-keluarga muda yang tumbuh kokoh sesuai dengan harapan gereja.
Membangun Relasi yang Mesra dengan Mertua
Dalam sesi presentasi pasangan Edy-Lian mengutarakan dinamika pengalaman bagaimana harus berdamai dengan orang ketiga yakni mertua dalam kehidupan rumah tangga mereka. Konon ada anekdot “Pasutri paling bahagia didunia ini adalah Adam dan Hawa karena keduanya tidak pernah punya mertua. Anekdot ini mengisyaratkan adanya relasi yang tidak selalu ideal antara menantu dan mertua atau konslet dengan mertua! Pasangan Edy-Lian ini mengungkapkan bahwa relasi dengan mertua, sebagaimana relasi dengan pasangan hidup, adalah sesuatu yang harus diperjuangkan dan diusahakan karena bagi kita umat Katolik relasi perkawinan adalah relasi seumur hidup.Lian mengungkapkan betapa tidak mudah menjalin relasi dengan mertua meskipun itu hanya berlangsung 5 tahun.Contoh kecilnya adalah kebiasaan memasak yang pada awalnya tidak dia sukai. Namun banyak hal yang bisa dia pelajari dari relasi dengan mertua yakni proses menyesuaikan diri dan saling memahami.
Sementara nara sumber Edy menceritakan bagaimana dia harus menjalin relasi dengan mertua tidak hanya 5 tahun melainkan 31 tahun dan itupun dimulai dengan suatu relasi yang tidak mulus karena ia merasa bahwa kehadiran mertua membatasi kebebasannya. Misalnya saja, mertua selalu sering menasehati meskipun tidak diminta, terlalu sering telpon, selalu minta diantar pergi ke gereja setiap minggu, selalu ikut foto-fotoan dll.
Ketika Relasi Menjadi Tegang
Edy-Lianmenambahkan bahwa seiring waktu berjalannya perkawinan, kepekaan di antara mereka mulai tumpul dan mereka kehilangan makna dari relasi itu.Relasi mesra di awal-awal perkawinan menjadi sesuatu yang mekanis.Relasi menjadi sesuatu yang rutin dan membosankan. Lalu mulailah relasi diwarnai pertengkaran-pertengkaran dan perbedaan pendapat. Rumah tangga suami-isteri menjadi layaknya sebuah perkumpulan.Karena perkumpulan, maka suami atau Bapak yang jadi ketua, isteri atau ibu jadi wakil ketua dan anak-anak menjadi anggota sehingga relasi bukan lagi sebuah hubungan hati, tapi hubungan fungsi sehingga kita lupa bahwa perkawinan adalah sebuah relasa hati.Karena hubungan sudah menjadi hubungan fungsi maka gampang saling mengkritik, menyalahkan jika ada yang tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Relasi Tegang Berdampak ke Mertua dan Anak-anak
Edy menambahkan bahwa relasi dia dengan Lian dan anak-anak juga menjadi buruk, jika relasinya dengan ibu mertua buruk. Ternyata hal itu berkaitan satu sama lain. Untunglah Edy-Lian pernah mendapat bekal “dialog pasutri” yang mereka peroleh dari sebuah retreat di PS Sangkalputung 1992, sehingga mereka menyadari beberapa hal yang sering menimbulkan ketegangan, antara lain oleh pola pikir dan keyakinan-keyakinan mereka sendiri:
- Soal persaingan perhatian dengan mertua
- Kesadaran bahwa isteri secara emosional sangat dekat dengan ibunya;
- Kebebasan yang dia salah artikan.
- Membahagiakan ibunya sama dengan membahagiakan anaknya..
“Mencintai anak-anak sebetulnya cukup dengan mencintai ibunya..” atau Hal terpenting yang bisa dilakukan seorang SUAMI untuk ISTERI nya adalah mencintai ibunya!
Perkawinan dan Berkeluarga adalah Relasi bukan Proyek
Relasi dengan mertua yang pada awalnya sulit itu berkat kesadaran dan dialog mampu mengubah relasi mereka sehingga pada akhirnya kehadiran ibu mertua justru membawa kebahagiaan tersendiri dan sangat mewarnai kebahagiaan mereka.
Pasangan Edy-Lian memberikan 7 tips menjaga relasi dengan mertua
- Hindari pembicaraan negatif tentang mertua.
- Tunjukkan rasa terima kasih dan penghargaan anda.
- Senantiasa sopan, apapun yang terjadi.. Beberapa mertua memang betul-betul “Zulit” dengan “Z”.
- Hati-hati dengan nasehat atau kritik mereka, sebagian terbesar, hanya untuk menunjukkan dominasi, dan jangan menolaknya dengan kasar…
- Jangan persoalkan masalah-masalah yang tidak signifikan atau tidak penting..
- Ingatlah cara anda memperlakukan mertua anda, menjadi contoh juga bagi anak-anak anda.
- Ingatlah mereka adalah figur nenek-kakek bagi anak-anak anda..
Membangun Relasi yang Mesra dengan Anak
Pasangan Edy-Lian memberikan sharing juga bagaimana mereka mengalami kesulitan membangun relasi dengan anak dan akhirnya sampai pada suatu kesadaran bahwa mereka memang anak-anak mereka tetapi anak-anak mempunyai kehidupannya sendiri.“Kita tidak boleh memaksakan kehendak kita sendiri kepada anak-anak kita, misalnya tentang jurusan sekolah atau kuliah yang mereka pilih,” tegas Lian.
Sementara Edy juga mengungkapkan pengalamannya tentang hubungan orangtua-anak.Ia berpandangan bahwa anak-anak sekarang mengejar kebebasan lebih dari yang lain. Mereka mempunyai pandangan sendiri yang bahkan sungguh tak dapat kita pahami.Dia pun pernah memarahi anak dengan begitu kerasnya.Untunglah dalam sebuah seminar, ia berkesempatan mendapat saran untuk melakukan meditasi dan hal yang paling mengganggu itu supaya dipusatkan dalam meditasi itu. Saran lanjutan mereka adalah agar dia membawanya ke siapapun yang dia anggap punya otoritas dan meminta pengampunan. Dan beruntunglah kita semua Katolik dan melalui perantaraan Romo dalam sakramen tobat, dia mengungkapkan semua penyesalannya dan mohon ampun dari Tuhan untuk kesalahan fatal itu, sehingga dia dapat bangkit kembali dan memperbarui relasi dengan anak. Puisi Khahlil Gibran berikut ini bisa dijadikan rujukan bagaimana orang tua mesti membina hubungan mesra dengan anak.
ANAKMU BUKAN ANAKMU…
Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu..
Mereka adalah anak-anak kehidupan, yang rindu akan dirinya sendiri..
Mereka terlahir melalui engkau, tapi bukan darimu..
Meski mereka ada bersamamu, tapi mereka bukan milikmu..
Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu..
Karena mereka memiliki pikiran mereka sendiri..
Engkau bisa merumahkan tubuh mereka, tapi bukan jiwa mereka,
Karena jiwa-jiwa itu tinggal di rumah masa depan, yang tak pernah dapat engkau
kunjungi, meskipun dalam mimpi..
Engkau bisa menjadi seperti mereka, tapi jangan coba jadikan mereka seperti engkau.. Karena hidup tidak berjalan mundur, tidak pula berada di masa lalu..
Engkau adalah busur; tempat anak-anakmu menjadi anak-anak panah yang hidup, diluncurkan..
Sang pemanah telah membidik arah keabadian, dan ia meregangkanmu dengan kekuatannya; sehingga anak-anak panah itu dapat melesat dengan cepat dan jauh..
Jadikanlah tarikan tangan sang pemanah itu sebagai kegembiraan. Sebab ketika ia mencintai anak-anak panah yang terbang, ia pun mencintai busur yang telah meluncurkannya dengan sepenuh kekuatan..
Membangun Relasi yang Mesra dengan Suami/istri
Pasangan Edy-Lian juga berbagi pengalaman tentang bagaimana membina hubungan yang mesra dengan pasangan hidup. Edy menegaskan satu hal dengan mengambil kutipan berbahasa InggrisYour marriage should be the priority relationshipat home in other words Marriage comes before Mothering.Relasi Perkawinan harus menjadi Prioritas Utama relasi Anda dirumah sebab perkawinan mendahului terbentuknya keluarga.Jadi kuncinya adalah komunikasi atau dialog dengan pasangan sebagai pusatnya.
Kekuatan Doa
Edy-Lian juga menambahka bahwa berdoa berpasangan juga membantu mereka dalam memelihara keterbukaan di antara mereka. Mereka juga secara berkala melakukan doa bersama (termasuk dengan ibu) dengan anak-anak. Meski anak-anak sekarang tidak tinggal bersama mereka, tetapi mereka bisa membuat komitmen pada jam yang sudah mereka sepakati untuk mendoakan satu sama lain. Hal ini sungguh menguatkan, mengakrabkan dan mendekatkan mereka berdua dengan anak-anak.Mereka juga membuat Grup Whatsapp yang melibatkan semua anggota keluarga. Maka jika relasi dan komunikasi dengan pasangan beres, relasi dengan anak-anak atau mertua dengan sendirinya juga akan beres.
Tri Marga
Dapat disimpulkan bahwa membangun keluarga agar “anak bojo konek; mertua tidak konslet” atau bisa disebut “Keluarga Kudus” adalah menghayati dan mempraktekkan ke 3 marga yakni DIALOG/KOMUNIKASIINTIM DENGAN PASANGAN, BERDOA BERPASANGAN yang MELIBATKAN ANAK-ANAK serta BERBAGI(SEKSUALITAS) perhatian yang cukup kepada setiap anggota keluarga
Yang Utama adalah Usaha, Bukan Hasilnya
Apakah semua itu mudah?Tentu saja tidak.Tidak ada yang instant, semua harus diusahakan dan yang terpenting adalah usahanya bukan hasilnya.Kesucian atau spiritualitas kita di dalam menanggapi panggilan keluarga terletak pada seluruh usaha kita untuk terus berusaha menjadi ayah, ibu, suami, isteri, atau menantu yang lebih baik dari hari ke hari. Kapankah kita harus melakukan semua usaha itu?Jangan menunggu karena kita tak pernah tahu apakah kita masih punya waktu.Hal terpenting pada akhirnya adalah agar kita kelak bisa dikenang sebagai pribadi yg baik, sebagai suami, sebagai isteri, sebagai ayah, sebagai ibu atau sebagai menantu atau bahkan sebagai mertua yang baik.Harta bukanlah warisan terpenting, tetapi kenangan dan cinta kita jauh lebih berharga bagi keluarga.Maka marilah mulai berbenah dari sekarang, sebelum terlambat.
Pada sesi peneguhan Romo Merdi memberikan saran dan peneguhan dengan mengambil ayat dari Efesus 5: 33 “Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya.”
Pada kesempatan lainIgnatius Supomo selaku Ketua Tim Pastoral Keluarga Paroki GMK mengungkapkan rasa puasnya dengan suksesnya acara rekoleksi ini. “Puji Tuhan. Peserta sangat antusias mengikuti pertemuan tersebut sampai akhir pertemuan,” ucapnya. Dia juga berharap semoga rekoleksi ini bermanfaat dalam membina hidup berkeluarga yang lebih baik untuk membangun gereja ke depan yg lebih signifikan, relevan dan transformatif.
Catatan: Sumber tulisan dari data kiriman dari Bpk Ignatius Supomo, Ketua Tim Pastoral Keluarga Paroki GMK