Renungan Bulan Maria dan Bulan Katekese Liturgi 2018 – Hari ke – 24
-Merenungkan-
Merawat Jenazah
Saat Ibu Magdalena meninggal di rumahnya, tampak Ibu Tatik dan beberapa ibu anggota Tim Pangruktilaya hadir. Dimulailah upacara merawat jenazah dengan pertama-tama memandikan jenazah; berikutnya pemberian pakaian pesta pada almarhumah, sesuai kehendak keluarga. Setelah itu ada upacara memasukkan jenazah ke dalam peti.
Dalam setiap langkah, mulai dari memandikan jenazah hingga memasukkannya ke dalam peti, Ibu Tatik dan teman-temannya mengiringi dengan doa-doa. Mereka biasanya menggunakan doa buku Tata Laksana Melepas Jenazah halaman 20-29.
Saat merawat jenazah itu, Ibu Tatik sering membisikkan kata-kata “nyuwun sewu” (“permisi”) dengan penuh hormat kepada almarhumah, seperti seolah-olah Ibu Magdalena masih hidup.
Gereja Katolik ingin mendampingi setiap warganya dari sejak dalam kandungan, lahir, tumbuh dewasa, hingga menjelang kematian, dan bahkan ketika sudah meninggal hingga nanti proses pemakaman dan peringatan arwah. Hanya ada satu tujuan dan tema dari seluruh pendampingan itu, yaitu agar orang beriman memperoleh keselamatan berkat wafat dan kebangkitan Kristus melulu karena belas kasih Allah.
Begitu seseorang dinyatakan meninggal, dimulailah upacara merawat jenazah seperti contoh di atas. Meskipun orang itu telah meninggal, tetapi orang itu tetap dipandang masih hidup, yaitu hidup dalam Tuhan, sebab Tuhan Yesus telah bersabda, “Akulah kebangkitan dan hidup, barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun sudah mati” (Yoh. 11:25).
Demikianlah dalam pandangan Gereja Katolik, dengan kematian, hidup ini bukan dilenyapkan, melainkan hanya diubah (bdk. Prefasi Arwah I dalam TPE no 57). Di satu pihak, keluarga yang ditinggalkan secara manusiawi tetaplah akan merasa sedih.
Tetapi di lain pihak, iman kepada Kristus, Sang Jalan, Kebenaran, dan Hidup, menguatkan kita akan pengharapan kebangkitan bagi orang yang meninggal. Perlakuan penuh hormat pada jenazah sebenarnya mengalir dari kepercayaan iman yang teguh ini.