Komsos-GMK. Lagu “Mawar biru” yang pernah populer dinyanyikan oleh Sundari Soekotjo kembali dinyanyikan Rm Adrianus Maradiyo, Pr. ketika mengawali kotbahnya pada perayaan Kamis Putih I di Gereja Marganingsih Kalasan, Kamis, 18 April 2019.
Mawar Biru
Tumetesing waspaku
Ora tega rasaning atiku
Ninggalake…sliramu
Umat idhamanku
Tansah katon esemmu
Ngawe-awe rasaning atiku
Ngelingake…
Nalika bareng mlaku-mlaku
Ora nyana ora tega, yen ngene dadine
Aku kudu melu,
Ndherek’ake rama lan uskupku
Mulih ning parokiku
Wekasan mung welingku
Aku nitip kembang mawar biru
Openana minangka tandha katresnanku
Lagu yang beberapa liriknya diubah oleh Rm Maradiyo tentu saja tidak berbicara tentang kisah romantisme, namun Rm Maradiyo ingin memberi lambang tentang warisan apa yang diberikan kepada orang yang dikasihi. Dalam lagu, hal menarik yang diwariskan kepada orang yang dikasihi adalah “mawar biru”. Lagu ini sungguh mengena dikaitkan dengan warisan yang diberikan Yesus kepada kita yang diperingati dalam perayaan Kamis Putih. Yang diwariskan Yesus adalah ekaristi.
Kedua ekaristi tidak bisa dipisahkan dengan korban. Sebagaimana dalam perjanjian lama, disebutkan adanya tradisi paskah Yahudi yang memberikan persembahkan korban yakni seekor anak domba . Dalam perjanjian baru, yang menjadi korban adalah Yesus Kristus sendiri agar umat manusia bisa diselamatkan dan kelak bisa memperoleh kehidupan kekal bersama Bapa di sorga. Gusti Yesus sendirilah yang menyerahkan tubuh dan darah-Nya agar kita semua turut diselamatkan. Oleh karena itu kita layak untuk terus bersyukur.
Bagaimana kita semestinya mengungkapkan syukur kita kepada Tuhan? Yesus sudah memberi teladan dengan membasuh kaki para rasul-Nya. Maka kita semua diajak untuk saling melayani. Umat Katolik semestinya mau menjadi pelayan bagi sesamanya.
Rm Maradiyo sekali lagi menegaskan bahwa ekaristi dan teladan hidup untuk saling melayani adalah warisan yang diberikan Yesus. Oleh karena itu, kita diharapkan untuk terus mencintai ekaristi sekaligus merawat sikap hidup yang mau melayani sesama.
“Di dalam hati, hendaknya ada ruang untuk yang ilahi agar kita berani menjadi teladan dalam hal melayani dan mengasihi,” ajak Rm Maradiyo.
Sesudah kotbah dilakukan ritual pembasuhan kaki oleh Rm Maradiyo kepada 12 umat yang melambangkan apa yang dilakukan Yesus kepada kedua belas murid-Nya. Yang menarik, sesudah membasuh kaki umat, lalu mengeringkan dengan handuk putih, Rm Maradiyo pun tidak sungkan mencium kaki kedua belas umat. Ini menjadi pemandangan yang sangat menyentuh.
Perayaan ekaristi yang dimulai pada pukul 17:00 dihadiri oleh begitu banyak umat yang mengisi ruang gedung gereja, pendopo. Bahkan di sisi-sisi selatan dan barat gedung gereja pun dipenuhi oleh umat. Sementara itu, yang bertugas sebagai lektor adalah Clara dan Nina sedangkan Yulia bertugas sebagai pemasmur. Perayaan ekaristi berbahasa Jawa ini diiringi oleh kelompok kor dari Lingk St Andreas Bendungan, wilayah Petrus Damianus Kalasan Timur, yang bernyanyi dengan apik dan kompak.
Hal lain yang menarik adalah partisipasi dari karangtaruna dari dusun Karang Kalasan yang membantu mengatur parkir mobil dan motor. Ini menjadi bukti toleransi yang begitu kental yang terjadi antarumat beragama di kawasan Kalasan.
Foto oleh Dias