Perayaan Ibadat Jumat Agung sore di Paroki Maria Marganingsih Kalasan dimulai tepat pada pukul 15:00 dan dipimpin oleh Romo Yohanes Ngatmo, Pr. dan diiringi oleh panduan suara dari wilayah Johannes Paulus II. Sementara itu, yang bertugas sebagai petugas pasio adalah Riswan (Narator NP) Reggy (Narator NW) Rio (Petrus/Pilatus), Aris (Yesus) Angga (Penjaga/Hamba Imam Agung) Cicil (Wanita), dan Angga, Cicil, Heni, Dharma (Rakyat). Diiringi hujan yang terus menderas, mereka bisa membawakan pasio dengan amat baik dan mengantar umat untuk menbayangkan dan menghayati apa yang terjadi dalam peristiwa penyaliban Yesus. Meski hujan lebat, umat pun banyak yang hadir dalam ibadat Jumat Agung sore. Ini menandakan semangat umat untuk beribadah dan menghayati kisah sengsara Tuhan Yesus.

Seperti diketahui Ibadat Jumat Agung memperingati pengorbanan Yesus yang rela mati demi menebus dosa manusia. Ini dianggap sebagai puncak kasih Allah kepada umat manusia. Umat Katolik merenungkan penderitaan Yesus dan makna keselamatan yang diberikan melalui kematian-Nya. Ini juga menjadi momen untuk introspeksi dan memperdalam iman. Di samping itu, darah Yesus yang tercurah di kayu salib menjadi lambang penghapusan dosa bagi mereka yang percaya kepada-Nya. Liturgi ibadat Jumat Agung di gereja Maria Marganingsih Kalasan berlangsung dalam suasana hening, tanpa perayaan Ekaristi seperti biasanya. Tidak ada iringan musik. Gereja pun didekorasi sederhana sebagai bentuk duka. Jumat Agung memang tidak berdiri sendiri. Jumat Agung adalah bagian dari perjalanan menuju Paskah, yaitu kebangkitan Yesus sebagai simbol kemenangan atas dosa dan kematian.

Dalam homilinya, Romo Ngatmo menjelaskan bahwa pasio yang dibawakan dengan amat baik telah mengajak kita untuk membayangkan apa yang terjadi dengan Yesus yang disiksa, didera dan disalib. Yesus dihukum mati meskipun tidak melalukan kesalahan apapun. Yesus menerima hukuman itu tanpa mempertanyakan dan menyalahkan pihak lain. Yesus memberikan kenangan kepada kita bahwa dalam peziarahan hidup kita akan selalu hadir pengharapan akan kasih Tuhan. Sepertinya kehidupan Yesus tidak memberi harapan lagi ketika Yesus disalib namun saatnya akan tiba ketika Yesus bangkit dan memberi harapan baru. Kita pun mesti siap memanggul salib hidup kita bersama Yesus yang penuh kasih dan harapan.

Sementara pada ibadat Jumat Agung malam dimulai pada pukul 18:00 dan dipimpin oleh Romo Adrianus Maradiyo,Pr. Sementara koor yang bertugas adalah paduan suara ibu-ibu dari wilayah Petrus Damianus pimpinan Lusy Krismastuti.
“Puji Tuhan koor bisa bertugas dengan baik, meskipun tanpa iringan dan banyak yang mengapresiasi penampilan koor, termasuk Romo Vikep,” ujar perempuan ramah yang lebih akrab dipanggil bu Lusy ini.

Sementara itu solis pengantar injil dibawakan dengan amat baik oleh dr. Clara Sita. Sedangkan yang bertugas sebagai pasio adalah Nina (Narator NP), Anin (Narator NW), Noel (Petrus/Pilatus), Satya (Yesus), Paul (Penjaga/ Hamba Imam Agung), Lia (Wanita) dan Paul, Lia, Bimbim, Febsa (Rakyat). Petugas pasio membawakan kisah penyaliban Yesus dengan sangat baik, nyaris tanpa kesalahan sedikit pun dan dengan nada suara yang pas sesuai dengan tokoh-tokoh yang diperankannya.

Noel yang membawakan tokoh Petrus dan Pilatus menyebutkan bahwa tidak mudah membawakan tokoh Pilatus karena dia bersikap serba ragu-ragu untuk membuat keputusan karena tuntutan orang-orang Yahudi.
“Saya lega rasanya bisa bertugas dengan baik bersama teman-teman. Semoga pasio ini bisa membantu umat dalam menghayati kisah sengsara Tuhan Yesus,” ujar Noel yang masih pelajar SMA ini.

Sementara itu dalam homilinya, Romo Adrianus Maradiyo,Pr. menyebutkan bahwa sebelum Yesus wafat Ia bersabda “Sudah selesai”. Ini artinya secara definitif karya penyelamatan Tuhan lewat pribadi Yesus di dunia sudah selesai. Bagi orang Yahudi salib adalah penghinaan. Bagi orang Yunani, salib adalah kebodohan. Namun bagi kita semua salib adalah keselamatan. Salib merupakan simbol kematian namun menjadi sarana keselamatan bagi kita melalui peristiwa Yesus yang disalib. Salib yang dianggap sebagai kegagalan menjadi simbol kemenangan. Salib yang menunjukkan kerendahan hati menjadi sarana bagi Allah untuk memperoleh kemuliaan bagi putraNya. Peristiwa salib sungguh menunjukkan kasih Allah dalam pribadi Yesus yang begitu total mencintai kita manusia yang berdosa ini. Maka jadikan salib menjadi satu-satunya harapan bagi kita.

Seusai ibadat Agung, Komsos berkesempatan mewancarai Robertus Gunarso, bidang liturgi peribadatan tentang pelaksanaan ibadat Jumat Agung.
“Puji Tuhan kedua misa berjalan dengan lancar meskipun di misa pertama berbarengan dengan hujan lebat. Penghormatan salib serta penerimaan komuni juga berjalan dengan lancar meskipun umat yang hadir banyak sekali. Tercatat 1,011 umat hadir di misa pertama dan 918 umat hadir di misa kedua. Ini luar biasa,” ujar R. Gunarso.
