C. IsmulCokro
Saya, salahsatu anggota dewan dua belas Yesus yang lahir di Betsaida, Galilea. Pagi ini, saya Simon Petrus, anak Yohanes, masih merasa hampa dan galau. Saya merasa sangat terpukul oleh kepergian Yesus.
Beberapa hari lalu, ia ditangkap, disiksa dan disalib, serta wafat dan dimakamkan. Satu peristiwa juga, yang memberatkan, memilukan ketika saya menyangkal kemuridan saya kepada-Nya pada malam di dekat perapian halaman rumah imam besar Kayafas. Kokok ayam menjadi penanda lembeknya diri saya, sekaligus menyadarkan diri saya atas perkataan Yesus, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya malam ini, sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.” Toh demikian, saat itu saya masih bersikeras sebagai murid yang paling setia.
***
Tiba-tiba muncul kabar, Maria Magdalena dan Mariayang lain, menengok kubur Yesus menyampaikan, batu telah diambil dari kubur. Mereka berlari menemuiku, dan berseru lantang, “Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan.” Saya kaget bukan kepalang, berlari kencang ke makam Yesus dan berniat membuktikan ucapan para perempuan. Darah serasa berhenti mengalir dalam tubuh saya. Beberapa orang yang menyertai saya dan lebih dahulu tiba di tujuan hanya menjenguk di bibir pintu makam. Mereka tak hendak masuk ke dalam. Saya, primus interpares, orang yang dianggap pertama dari para murid Yesus, segera menuju ke tempat Yesus dibaringkan. Benar! Saya melihat kain kafanterletak di tanah dan kain peluh yang tadinya ada di kepalaYesus tidak terletak dekat kain kafan. Kain itu berada agak di samping di tempat yang lain dan sudah tergulung. Saya tak percaya dengan tangkapan penglihatan mata. Tubuh saya lemas lunglai, tanpa daya. Yesus, junjungan dan guruku, yang wafat dan dimakamkan tak terbujur lagi di sini. Makam kosong!
***
Segala perasaan berkecamuk dalam diri saya. Kejengkelan dan kemarahan menyeruak pula ketika saya mendengar cerita resmi dari pihak penguasa. Konspirasi berlatar gelimang harta dan duit terjadi. Persekongkolan antara beberapa orang dari penjaga , imam-imam kepala, para tua-tua dan para serdadu Romawi memutuskan, jenasah Yesus dicuri orang.
***
Saya, seorang nelayan yang dipanggil Yesus di tepi danau Genesaret masih menginginkan Ia, Yesus, kembali. Bagaimana tidak? Saya sangat merasa kehilangan hari-hari menakjubkan bersama-Nya. Saya rindu bersama Dia seperti ketika kami duduk bersama dan membicarakan banyak hal. Saya rindu peristiwa di bukit, saat ia menyampaikan beragam metafor sarat makna bagi orang-orang yang ingin mendengar petuah-Nya. Saya kangen melihat gaya Yesus yang menakjubkan, dan dinamis. Saya rindu melihat bagaimana Ia melakukan berbagai mukjizat yang dilakukan-Nya dan menggetarkan banyak orang yang merasa diselamatkan. Dalam beberapa pengalaman pribadi bersama-Nya, saya mengingat peristiwa-peristiwa penting yang menyentuh dan memengaruhi fase kehidupan saya; Yesus berkenan memanggil saya menjadi murid-Nya, Yesus menyembuhkan ibu mertua saya, Yesus menundukkan badai ketika bersama-sama saya dengan-Nya dihempas gelombang air yang dahsyat, Yesus menamai saya dengan sebutan Petrus atau “batu karang”, Yesus membasuh kaki saya dan membagikan roti serta anggur kepada saya. O vita simplicitas!
***
Peristiwa Yerusalem menjadi pengalaman pahit yang memisahkan saya dengan diri-Nya. Sebetulnya, saya menyesalkan kedatangan-Nya ke kota yang terletak di dataran tinggi di Pegunungan Yudea antara Laut Mati dan Laut Tengah itu. Tetapi selanjutnya saya mengetahui dan memahami, seandainya Yesus bersembunyi dan takut, maka Dia bukanlah Yesus, pribadi yang telah saya kenal selama ini. Tempura mutantur et nos mutamur in illis. Saya mengenang pengalaman bersamanya. Satu petang, ketika matahari mulai beringsut dari peraduan dan kami duduk bersama-Nya di atas tembok Kapernaum, Yesus berkata kepada saya,” Aku harus melaksanakan apa yang dikehendaki Bapa.”
***
Saat Maria Magdelena dan Maria mengabarkan kepada saya agar kami tak perlu takut dan segera berangkat ke Galilea menyisakan berbagai pertanyaan dalam diri saya. Apakah Yesus sungguh bangkit dan hidup kembali? Apakah kekhawatiran dan ketakutan saya mengalahkan pengalaman ketika masih bersama-Nya? Apakah saya membiarkan Yesus beristirahat dalam damai, entah di mana keberadaan-Nya? Ataukah, saya tetap melanjutkan hidup saya bersama orang lain dalam semangat hidup dan karya seperti diteladankan-Nya?
***
Saya siap berjalan menuju Galilea, tanah kelahiran saya dan tempat di mana peristiwa awal Yesus memanggil saya bersama Andreas, saudara saya dan murid lainnya. Pengenangan saya berlanjut, dan saya memetik keyakinan, cerita saya bersama Yesus belum selesai, non consummatum est.***
Ilustrasi gambar dari 24hourworship