Bagaimana perwujudan malaikat? Menurut Maryani, temanku di SMP Negeri 14 Manado, malaikat memiliki dua sayap di punggungnya. Dengan postur yang tinggi atletis. Seluruh tubuhnya bersinar sangat cerah. Sangat menyilaukan mata.
Aku lahir di Bandung. Nama lengkapku Juanita Agustina Joesoef. Joesoef diambil dari nama papaku, Natakusuma Joesoef. Beliau asli Bandung dan pemeluk non-nasrani. Mamaku, Ani Pondaag, asli Manado. Aku sulung dari dua bersaudara. Adikku bernama Vera Natali Joesoef.
Papaku wafat ketika aku berusia tiga tahun. Beliau adalah seorang tentara. Dosen pada sekolah perwira. Pangkat terakhir beliau adalah Kolonel. Sepeninggal papaku, kami lalu pindah ke Manado.
Di Manado kami juga tinggal bersama opa dan oma. Kami adalah penganut Kristen Protestan waktu itu. Kedisiplinan mengakar kuat dalam keluarga kami. Terutama dari oma yang memilik garis keturunan Belanda. Kami selalu berdoa bersama setiap hari. Tidak ada keringanan untuk ritual doa bersama ini. Semua harus hadir untuk berdoa bersama. kecuali kalau sedang sakit.
Hari Minggu juga bukan waktu untuk santai dan bangun siang. Paling lambat pukul enam pagi kami harus sudah bersiap ke gereja. Untuk ikut kebaktian pukul setengah tujuh. Yang istimewa dari opa dan oma adalah hari Minggu khusus didediksikan untuk Tuhan. Bahkan lagu-lagu rohani diputar paling tidak sepanjang setengah hari Minggu. Kelak, aku akan mampu mengingat dengan sangat baik semua lagu-lagu rohani anak-anak karena kebiasaan ini.
Aku sekelas dengan Maryani. Di kelas dia duduk di depanku. Yang aku belum paham waktu itu, Maryani sering tidak masuk. Dan setiap kali masuk setelah sementara waktu, rambut Maryani semakin menipis.
Belakangan aku tahu bahwa Maryani mengalami kejadian yang misterius. Aku banyak mendengar bahwa Maryani selalu didatangi malaikat setiap kali berdoa. Malaikat itu datang dan ada di hadapan Maryani. Malaikat itu meminta Maryani untuk mau menerima rahmat penyembuhan melalui doa. Tetapi Maryani selalu menolak dan ketakutan.
Setiap kali menolak, Maryani akan sakit panas. Sampai rambutnya rontok dan menipis. Dan hal itu terus belangsung dalam waktu yang cukup lama. Maryani baru mengalami kesembuhan setelah dia menyatakan sanggup untuk menerima rahmat itu.
Aku pun mengalami hal serupa sebagaimana dialami Maryani. Pada waktu SMP aku mengalami sakit yang tidak kumengerti. Badanku panas. Dan antara pukul tiga pagi sampai pukul enam pagi badanku pasti menggigil hebat. Setelah pukul enam pagi aku akan normal kembali.
Sakit itu berlangsung sekitar enam bulan. Meski sedang tidak panas, tetapi aku tidak bisa duduk atau berjalan. Kepalaku menjadi sangat pusing dan mual. Bahkan bila agak lama duduk, aku selalu muntah.
Mamaku, yang menjadi single parent semenjak meninggalnya papa, kalang kabut seorang diri. Apalagi mama juga bekerja sebagai akuntan di sebuah hotel untuk menghidupi kami.
Aku menjadi tahu bahwa mamaku adalah seorang yang hebat dan tegar. Tidak pernah terlihat sedih di depanku. Aku hanya samar-samar sering mendengar mama menangis setiap berdoa sendirian. Kalau aku boleh memutar waktu lagi, dan aku dapat memilih, aku ingin hidup lagi bersama mama. Menjadi anak mama lagi. Mamaku adalah orang yang hebat. Seorang mama yang sempurna. Penuh kasih dan keibuan. Lembut dan penuh perhatian. Sekaligus tegar dan kuat. Aku menduga mama sungguh menghidupi doa Bunda Maria “Terjadilah padaku seturut kehendakMu”. Mama menjalani bagian yang mulia sekaligus sulit dengan penuh pengharapan.
Selama sakit aku hanya dapat melakukan semuanya di tempat tidur. Pada bulan kelima sakitku, aku seperti baru disadarkan bahwa ada Maryani. Teman sekelasku. Aku sampaikan ke Mama supaya pergi ke sekolah menemui Maryani. Dan minta didoakan supaya aku sembuh. Dapat berjalan lagi dan ke sekolah seperti biasa. Sebelumnya aku sudah dibawa berobat ke banyak dokter dan belum mengalami kesembuhan.
Siangnya Mama ke sekolah menemui guru dan menyampaikan maksudku. Mereka setuju untuk datang ke rumahku untuk mendoakan kesembuhanku. Pukul sepuluh pagi mereka datang. Maryani dan juga guru yang lain.
“Apakah Mama sungguh percaya kepada Tuhan Yesus?” tanya pak guru kepada mama sebelum mereka mulai berdoa.
“Iya. Saya sungguh percaya,” jawab mamaku.
Mereka semua lalu bedoa. Menumpangkan tangan mereka ke tubuhku. Dan mendoakan. Setelah doa selesai, mereka pamit pulang.
Tidak ada hal istimewa setelah doa mereka selesai. Tetapi aku lalu dapat tidur siang dengan nyenyak. Pada pukul 16.00 aku terbangun. Badanku terasa nyaman dan ringan. Aku mencoba bangun dan duduk. Tidak terasa mual atau akan muntah. Tidak terjadi apa-apa. Perlahan aku turun dari tempat tidur. Lalu mencoba menapakkan kaki ke lantai. Mencoba berdiri. Mama sedang menjahit di ruang tengah waktu itu.
Diam-diam aku berjalan beberapa langkah setelah mencoba berdiri dan merasa kuat. Enam bulan tidak berjalan membuat kakiku terasa gamang melangkah. Aku terus melangkah perlahan ke arah mama. Ada rasa semangat dalam diriku. Aku tiba-tiba sangat ingin sekolah lagi.
“Mama, aku besok sekolah ya,” kataku dengan suara parau sambil berdiri tidak jauh dari mama.
Mama menghentikan jahitannya. Matanya menatap tidak percaya.
“Iya. Besok kamu sekolah,” suaranya lembut dan bergetar. Sambil meletakkan jahitannya.
“Kita lihat beberapa hari dulu ya. Setelah kamu betul-betul sehat,” lanjutnya dengan suara yang terasa sangat bijak dan sejuk.
Hari berikutnya terasa berjalan lebih cepat. Aku merasa lebih sehat. Kekuatan doa benar-benar boleh aku alami. Bahwa Tuhan sungguh hadir. Sungguh baik. Aku masih selalu berpikir apakah sakitku adalah rahmat atau cobaan. Rahmat untuk keluarga kami atau cobaan bagi keluarga kami.
Pengalaman disembuhkan melalui doa begitu membekas. Aku sungguh merasakan jamahan tangan Tuhan. Boleh mengalami sakit dan penyembuhan. Boleh mengalami kasih yang luar biasa dari seorang mama.
Kesembuhan itu juga membawaku pada pengalaman rohani yang luar biasa. Bahwa menghadirkan Tuhan dalam hidup sungguh dapat dilakukan. Dengan membuka hati dan mengundang Tuhan dalam hidup kita. Menjadikan hati kita merupa palungan yang menyambutNya saat Natal.
Aku menikah dengan FX Bambang Supeno di Gereja Katolik dan lalu dibaptis. Dan sudah dikaruniai tiga buah hati; Alexander Pungky, Anastasia Indah dan Angela Shinta.
Mama sudah meninggal lebih dari 1000 hari lalu di Yogyakarta. Satu hal yang juga sangat membekas dari mama adalah keputusannya untuk mendonasikan seluruh pensiun papa kepada anak-anak yatim-piatu hanya sebulan setelah papa meninggal.*
Seperti diceritakan kepada Adrian Diarto