Halo semua…Dalam tulisan bagian pertama, saya mengisahkan pengalaman mengikuti proses seleksi dan penetapan perwakilan peserta lomba Bertutur Kitab Suci DIY yang akan mengikuti lomba pada Pesparani Nasional I di Ambon (Baca. Mika: Mutiara dari Lingkungan Clara, Juwangen, Kalasan Barat). Nah, kali ini saya akan mengisahkan proses pemilihan tema dan latihan selama menjadi tim lomba.
Jungkir Balik. Begitulah gambaran situasi saya. Awalnya, saya memilih kisah Anak Yang Hilang. Tapi kok kayaknya ceritanya familiar yaaa??? Saya memutuskan untuk membaca perikop lain. Oh ya, saya memilih perikop ini untuk lomba yang sudah saya ceritakan pada bagian 1.
Setelah membaca beberapa perikop, saya memilih untuk menceritakan kisah Naaman Disembuhkan. Saya mencoba membacanya berulang-ulang tetapi saya susah untuk mengerti inti dari perikop itu. Saya juga sudah berulang kali mencari referensi, dan saya meminta agar Papa menceritakan kisah itu untuk saya, toh feel saya masih belum merasa mantap. Sebetulnya, dalam kondisi seperti itu, saya tampil di babak penyisihan. Saya berusaha untuk membawakan cerita sebaik-baiknya. Akhirnya, saya pun terpilih menjadi perwakilan Kota DIY untuk mengikuti Pesparani Nasional I di Ambon.
Saya bersyukur, Romo F. Hartanto, Pr. berkenan mendampingi saya selama proses latihan mengikuti Pesparani Nasional 1 di Ambon. Keterampilan saya dalam membawakan isi cerita semakin bertambah. Saya juga merasa semakin disiplin untuk mengisi dan mengatur waktu. Saya mengalami perubahan yang super duper DRASTIS, mulai dari jam bangun saya yang biasanya jam 5 pagi menjadi jam 3 pagi. Saya bangun sepagi itu, mulai doa Novena dan belajar. Pengalaman saya yang paling parah terjadi ketika naskah saya mengalami perubahan lebih dari 10 kali. Namun saya berusaha menampilkan yang terbaik dalam Pesparani Nasional I di Ambon.
Keikutsertaan saya mengikuti Pesparani Nasional I di Ambon memberikan berbagai pengalaman yang sangat berharga. Saya kadang berpikir dan memunculkan pertanyaan bagi diri saya sendiri, “Untuk apa saya mengikuti lomba ini? Apa yang saya dapat?” Saya menemukan jawaban atas pertanyaan itu justru ketika berada di Ambon. Saya memang mendapat kesempatan mengunjungi ibukota Maluku, saya dapat lebih mendapat pelajaran hidup yang (mungkin) Tuhan ingin ajarkan kepada saya. Mulai dari saya harus bisa mandiri bangun tidur jam 3 pagi terus latihan, saya harus bisa menahan diri untuk menahan hawa nafsu, saya tidak boleh terlalu menggebu, dan yang paling penting saya harus bisa merobohkan benteng kesombongan saya sendiri. Selain itu, saya juga sedang berusaha untuk belajar mensyukuri dan mencintai apa yang saya miliki, dan saya juga merasakan Tuhan yang sangat mencintai saya dengan semua orang yang mendukung dan membantu saya.
Toh, diatas segala prestasi sebagai juara III lomba Tutur Kitab Suci dalam Pesparani Nasional I di Ambon, dan akhirnya mendapat penghargaan dari Pemerintah Provinsi DIY, saya harus tetap mengucapkan terimakasih kepada Tim Tutur Kitab Suci DIY; Romo F. Hartanto, Pr, Tante Theresia, Ibu Yantie, Arla, Mama Arla, Bapak Kristo, Bapak Alex, Bapak Thomas, Ibu Tiwi, Ibu Darini, Ibu Indah dan semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih kepada semua yang telah membaca tulisan saya. Semoga tulisan saya ini bermanfaat bagi kita semua. Salam saya, Mika.***