Hari ini kita tidak sedang melayat Tuhan Yesus, namun sedang menumbuhkan pengharapan. Selalu ada harapan bahwa di dalam penderitaan kita, di dalam saat-saat gelap hidup kita, dan di dalam kegagalan dan kekalahan kita , Kristus ada bersama kita. (Rm Benedictus Hari Juliawan, SJ)
KOSMOS -GMK. Beberapa kalimat di atas adalah cukilan dari homili singkat yang disampaikan Rm Benedictus Hari Juliawan, SJ saat memimpin perayaan Jumat Agung II di gereja Marganingsih Kalasan seusai pembacaan injil dengan passio. Perayaan ekaristi dimulai pukul 18:00 dan baru berakhir sekitar pukul 20:00.
Lektor yang bertugas adalah Reni dan Vian, sedangkan Rafael Tiara bertugas sebagai pemasmur. Sementara itu Nomok, Anastasia Indah, Satya bertugas sebagai petugas passio utama dibantu petugas passio pendukung yakni Lia, Nina, Clara, Tika, Donald, Raka, Edgar, Elang, dan Paul. Paduan suara yang bertugas adalah kelompok koor PS Vocalista Evangelista yang kebanyakan mengenakan busana serba merah dan bernyanyi dengan apik.
Ketika diwawancarai Komsos-GMK, Anastasia Indah, salah satu petugas passio menyebutkan bahwa terbersit perasaan berat ketika mempersiapkan passio karena harus membawakan Injil dengan passio dengan isi kisah Yesus yang sangat agung. Di samping itu, aransemen passio ini termasuk yang paling sulit untuk dinyanyikan sehingga muncul perasaan khawatir bila terjadi kesalahan di beberapa bagian.
“Pada saat saya mulai membawakan passio, saya mengalir saja. Pada waktu itu, saya seperti sedang menonton film kisah sengsara Tuhan Yesus. Di beberapa bagian, saya sempat terhenti beberapa saat karena merasa terharu sendiri. Saya percaya Tuhan sendiri yang membantu saya membawakan passio dengan baik,” kata Indah.
Hal yang sama dirasakan pula oleh Stafanus Hendri W, prodiakon asal lingkungan St. F.X. Gendingsari.
“Pada saat bersujud pertama pada prosesi penghormataan salib besar, saya sungguh terharu. Yesus begitu rela menderita untuk menebus dosa-dosa kita,” jelas Hendri.
Pada perayaaan Jumat Agung cuaca memang terasa cukup panas. Meski begitu umat mengikuti serangkaian ritual perayaan Jumat Agung dengan khusuk. Terlebih saat dilakukan upacara penghormatan salib. Umat dengan khusuk dan penuh penghayatan bersujud, menghormati, memandang Yesus dan mencium bagian dari patung Yesus. Ritual penghormatan salib menjadi bagian yang teramat menyentuh. Umat seperti disadarkan tentang kemanusiaannya yang rapuh.Manusia gampang terpuruk pada kedosaan dan hidup dalam kegelapan dan menjauh dari Tuhan. Untuk menebus dosa manusia itulah, Yesus rela menderita dan wafat di salib agar manusia turut diselamatkan.
Umat yang hadir pasti merasakan tersentuh dengan prosesi penghormatan salib ini sebagaimana yang diutarakan C. Ismulyadi yang hadir bersama istri dan kedua putrinya.
“Ketika mencium salib Yesus, saya sungguh terharu karena anak saya, Auxilla, ikut mencium salib dan mengatakan “Ayah..cium salib Yesus”. Yang kedua saya juga terharu karena melihat F.X. Juarto, prodiakon, tampak khitmat membawa salib Yesus,” ungkap C. Ismulyadi.
Sekali lagi, perayaan Jumat Agung seperti menegaskan bahwa dalam saat-saat gelap perjalanan hidup manusia, Kristus hadir bersama kita. Itulah iman pengharapan yang dihayati dan dihidupi dalam perayaan Jumat Agung.
Catatan: Foto oleh Monica Aurelia