Terkadang kita melihat hidup orang lain itu lebih indah daripada hidup kita. Tetapi di sisi lain, ada juga orang lain yang melihat hidup kita lebih indah daripada hidupnya. Itu sifat manusiawi kita. Untuk itulah kita dituntut untuk belajar menikmati hidup dengan mensyukuri anugerah yang telah Tuhan berikan dan menjadikannya berkat untuk diri sendiri dan orang lain. Hidup itu harus optimis, bertumbuh dan menjadi berkat.(Yb Ngadianto)
Kutipan di atas adalah postingan YB Ngadianto di FB pada tanggal 23 November 2019. Postingan itu seperti mencerminkan spirit hidup YB Ngadianto yang dipenuhi dengan rasa syukur dan optimisme. Lelaki murah senyum ini lahir di Muntilan, 24 Juni 1973. Tiap harinya lelaki ini berprofesi sebagai penjual dawet di jalan raya Purwomartani Kalasan dan buka dari pukul 10:00 sampai 14:00 atau kadang sampai pukul 16:00.
“Dulu saya sempat bekerja di kantor di sebuah perusaan di daerah Maguwoharjo. Kemudian saya terkena PHK, lalu bingung mau mengerjakan apa. Sempat mencoba jualan rica-rica enthok. Tetapi enthok dan bumbunya itu mahal, akhirnya usaha itu hanya bertahan beberapa bulan,” ucapnya sambil sesekali terdiam seperti tengah mengenang kisah perjalanan hidupnya sebelum dia memulai berjualan dawet.
Setelah usahanya dalam bidang makanan rica-rica enthok kurang berhasil, dia pun mencoba bekerja menjadi kurir pengiriman barang. Tetapi pekerjaan itu hanya dia jalani selama kurang lebih 2 bulan karena pekerjaan itu melelahkan. Sampai suatu hari seorang temannya mau mengajarinya membuat dawet maka mulailah dia berjualan dawet. Dia juga mengembangkan sendiri cara pembuatan dawet yang lebih baik dengaan belajar tutorial dari internet.
“Ya kurang lebih 5,5 tahun saya jalani usaha jualan dawet ini. Ya lumayan 100-150 mangkok terjual tiap harinya. Saya ke gereja Sabtu sore, jadi dawet saya tetap buka hari Minggu,” ucapnya bangga.
Karena rasa dawetnya yang enak dan pelayanannya yang bagus, tak sedikit lembaga atau kantor yang memesan dawetnya. Universitas Atmajaya dan Universitas Sanata Dharma adalah dua lembaga perguruan tinggi yang paling sering memesan dawetnya untuk acara gathering. Dia juga sering mendapatkan pesanan untuk acara pesta pernikahan, arisan atau pengajian.
“Yang terpenting, saya jadi punya banyak teman dengan berjualan dawet ini. Saya selalu mencoba menyapa pelanggan-pelangan saya. Ngobrol dengan mereka. Itu bentuk layanan yang saya berikan,” ucapnya sambil bergegas melayani pelanggan yang baru saja datang.
Aktivis Gereja
Tidak ada yang menyangka bila sosok lelaki sederhana ini juga seorang aktivitis gereja dan juga terlibat aktif di komunitas doa koronka. Dia menjabat sebagai ketua lingkungan sejak Lingkungan Benediktus, Wilayah Kalasan Tengah berdiri, namun kemudian mengundurkan diri ketika istrinya meninggal akibat kecelakaan di daerah Prambanan.
“Saya terpaksa wira-wiri tiap minggu ke Wonogiri karena anak saya yang masih kecil yakni kelas 1 SD saya titipkan ke neneknya di Wonogiri semenjak istri saya meninggal. Karena wira-wiri itu saya juga pernah kecelakan cukup parah,” ucapnya lirih.
Namun keinginann YB Ngadianto untuk memberikan pelayanan ke umat kemudian muncul lagi ketika anaknya menginjak bangku SMP dan bersekolah di Kalasan. Dia kemudian menjabat sebagai ketua lingkungan bahkan sampai dua periode. Mulai tahun depan (2020) bahkan dia akan menjabat sebagai ketua wilayah Kalasan Tengah.
“Hidup nggak nikmat kalau hanya mengejar hal-hal yang duniawi. Harus diimbangi dengan pelayanan,” ucapnya sambil tersenyum.
Begitulah YB Ngandianto mencoba menjalani hidup dengan rasa syukur. Tentu tidak mudah bagi dia untuk menjalani hidup sepeninggal istrinya, namun ia tetap meyakini bahwa segalanya sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Sebagaimana yang dikatakannya, hidup itu harus optimis, bertumbuh dan menjadi berkat. Itu pun yang ia jalani ketika ia merawat dan mendidik anaknya.
Anak tunggalnya kini sedang menempuh pendidikan di seminari menengah Mertoyudan. Setiap minggu kedua dia akan berkunjung ke Seminari Mertoyudan untuk bertemu dan meneguhkan panggilan anaknya menjadi seorang imam.
“Bila bertemu dengan anak saya, saya selalu berperan sebagai ayah sekaligus ibu,” ucapnya mengakhiri perbincangannya dengan Komsos GMKK.
aku selalu memanggil pak Ngad, panggilan akrab sebagaii teman sesama orang tua seminaris orangnya akrab, murah senyum, dan suka humor