Hari Minggu Paskah ke-4 ini di peringati sebagai Hari Minggu Panggilan Sedunia ke- 55. Dengan mengangkat tema “Mendengarkan, Menegaskan, dan Menghidupi Panggilan”. Perayaan Ekaristi diselengarakan di Kapel Santa Maria Karanglo wilayah Kalasan Barat pada Sabtu sore pukul 18.00 dan Gereja paroki administratif “Tyas Dalem Gusti Yesus” Macanan pada Minggu pagi serta di gereja st. Yohanes Pembaptis Payak pukul 08.15.
Misa di pimpin oleh Romo Ambrosius Wagiman Wignyasumantara, Pr atau yang lebih akrab disapa Romo Wignya. Dalam homilinya Romo menegaskan tema Minggu Panggilan di jaman sekarang ini, panggilan sebagai seorang biarawan dan biarawati sangatlah memprihatinkan. Maka dari itu pada, orang tua sangat dihimbau untuk bisa mendorong anaknya untuk bisa menjadi seorang biarawan-biarawati. Tapi diharapkan sekali bahwa panggilan itu juga muncul karena panggilan hati bukan sekedar keinginan orang tua. Perhatian kepada panggilan menjadi Imam, Bruder, Suster, Biarawan-Biarawati dapat diwujudkan dengan gerakan 2D2K, yaitu:
1. Doa
Secara pribadi atau bersama kita berdoa bagi tumbuhnya panggilan di kalangan kaum muda dan dewasa. Kita berdoa pula supaya keluarga- keluarga membebaskan dan merelakan putra-putrinya memilih jalan hidup abadi
2. Derma
Bersama umat beriman sedunia. Kita kumpulkan derma untuk pengembangan panggilan dan pendidikan seminari-seminari di tanah misi.
1. Kurban
Semua umat beriman berkat pembaptisan diutus untuk bertobat dan mengajak menuju pertobatan dengan segala konsekuensi yang membutuhkan pengurbanan. Seorang Imam bukanlah miliknya sendiri. Seorang Imam adalah Imam Kurban.
2. Kesaksian
Panggilan menjadi imam, bruder, suster, biarawan-biarawati adalah hidup penuh sukacita dalam kesederhanaan kemurnian cinta akan Tuhan, dan ketaatan sebagai jalan kesucian. Keluarga-keluarga memberikan kesaksian akan kegembiraan dan kesetiaan cinta, mengenalkan pilihan hidup membiara kepada putra-putrinya, sebagai salah satu pilihan hidup yang mulia.
Selain itu Paus Fransiscus pada Hari Doa Panggilan Sedunia ke-55 kembali memaklumkan kabar baik ini kepada kita. Kita tidak muncul begitu saja secara kebetulan atau merupakan bagian dari serangkaian peristiwa yang tidak saling terkait; namun sebaliknya, hidup dan kehadiran kita di dunia ini merupakan buah panggilan ilahi!
Bahkan di tengah masa-masa yang sulit ini, misteri Inkarnasi mengingatkan kita bahwa Allah terus-menerus datang menjumpai kita. Ia adalah “Allah-beserta-kita”, yang berjalan mengiringi langkah-langkah hidup kita yang sering kotor berdebu. Ia tahu betapa kita merindukan cinta dan bahagia. Ia memanggil kita kepada sukacita. Dalam keragaman dan keunikan setiap panggilan, baik yang personal maupun eklesial, ada kebutuhan untuk mendengarkan, menegaskan dan menghidupi Sabda yang memanggil kita, yang memampukan kita untuk mengembangkan bakat-bakat, dan menjadikan kita sarana-sarana keselamatan di dunia serta membimbing kita kepada kebahagiaan sejati.
Tiga aspek ini – mendengarkan, menegaskan, dan menghidupi – juga sudah ada pada awal misi Yesus sendiri, ketika, setelah hari-hari doa dan pergumulan di padang gurun, Ia mengunjungi sinagoga-Nya Nazaret. Di sana, Ia mendengarkan Sabda, menegaskan isi misi yang dipercayakan pada-Nya oleh Bapa, dan mewartakan bahwa Ia datang menyempurnakannya “hari ini” (Luk 4:16-21).
Mendengarkan
Panggilan Tuhan – sejak permulaan – tidak sejelas seperti apa yang kita dengar, lihat atau sentuh dalam pengalaman kita sehari-hari. Allah datang diam-diam tanpa suara, tanpa memaksakan kebebasan kita. Dengan demikian bisa terjadi bahwa panggilan-Nya tenggelam oleh banyaknya kecemasan dan kekhawatiran yang memenuhi pikiran dan hati kita.
Oleh karena itu, kita perlu belajar bagaimana mendengarkan sabda dan kisah hidup-Nya dengan baik, tetapi juga memperhatikan detail-detail hidup kita sehari-hari, belajar melihat berbagai hal dengan mata iman, dan terbuka pada kejutan-kejutan Roh.
Kita tidak akan pernah menemukan panggilan khusus dan personal yang Tuhan sampaikan dalam budi kita jika kita tetap terkungkung dalam diri kita sendiri, dengan melakukan segala sesuatu secara biasa, dan dengan sikap apatis seperti orang-orang yang menghabiskan hidup di dunia kecil mereka sendiri. Kita akan kehilangan kesempatan bermimpi besar dan memainkan peran kita dalam kisah unik dan orisinal yang ingin Tuhan tuliskan bersama kita.
Yesus juga dipanggil dan diutus. Itulah mengapa Ia masuk ke ruang batin-Nya sendiri dalam keheningan. Ia mendengarkan dan membaca Sabda di sinagoga, kemudian dengan terang dan kekuatan Roh Kudus, Ia menyatakan artinya, dengan merujuk pada diri pribadi-Nya sendiri dan sejarah umat Israel.
Sekarang ini, mendengarkan menjadi semakin sulit, kita seperti terbenam di tengah-tengah masyarakat yang bising, yang dipenuhi dan dibanjiri oleh berbagai informasi. Kebisingan yang terjadi di kota-kota dan lingkungan sekitar kita sering disertai oleh dispersi dan kebingungan batin kita sendiri. Hal ini menghambat kita untuk berhenti sejenak, berkontemplasi, dengan tenang merenungkan peristiwa-peristiwa hidup kita, dan dengan mantab menjalankan pekerjaan kita dalam rencana kasih Allah, serta membuat penegasan diri yang berbuah melimpah.
Tetapi, seperti kita ketahui, Kerajaan Allah datang dengan diam-diam tanpa menarik perhatian (bdk. Luk 17:21), dan kita hanya dapat mengenali benih-benihnya ketika, seperti nabi Elia, kita masuk ke ruang batin kita dan terbuka terhadap desiran angin sepoi-sepoi ilahi yang tak terlihat (bdk. 1Raj 19:11-13).
Penegasan Roh
Ketika Yesus membaca kutipan nabi Yesaya di sinagoga Nazareth, Ia menegaskan isi perutusan yang dipercayakan kepada-Nya dan menyatakannya kepada mereka yang menanti kedatangan Mesias: “Roh Tuhan ada pada-KU, karena Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin. Ia telah mengutus Aku mewartakan pembebasan kepada para tawanan dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk mewartakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (Luk 4:18-19).
Dengan cara yang sama, kita masing-masing dapat menemukan panggilan kita sendiri hanya melalui penegasan roh. Penegasan roh merupakan “sebuah proses yang dilalui seseorang untuk membuat pilihan-pilihan dasar, dalam dialog dengan Tuhan dan sambil mendengarkan suara Roh, mulai dengan pilihan status hidupnya” (Sinode Para Uskup, Sidang Umum Biasa XV, Kaum Muda, Iman dan Penegasan Panggilan, II, 2).
Demikian kita menemukan bahwa panggilan Kristiani selalu memiliki dimensi kenabian. Kitab Suci menceritakan kepada kita bahwa para nabi diutus kepada umat yang berada dalam kondisi kekurangan material serta krisis spiritual dan moral, untuk menyampaikan pesan pertobatan, pengharapan dan penghiburan atas nama Allah. Seperti angin puyuh, nabi mengusik kemapanan hati nurani yang telah melupakan firman Tuhan. Dia melihat berbagai peristiwa dalam terang janji Tuhan dan memampukan umat untuk melihat tanda-tanda cahaya fajar di tengah bayang-bayang sejarah yang gelap.
Hari ini juga, kita sangat memerlukan penegasan roh dan nubuat. Kita harus menahan godaan ideologi dan negativitas, dalam hubungan kita dengan Tuhan, tempat, sarana dan situasi yang dengannya Ia memanggil kita. Setiap orang Kristiani hendaknya tumbuh dalam kemampuan “membaca kedalaman” hidupnya, dan memahami di mana dan untuk apa dia dipanggil Tuhan, untuk menjalankan misi-Nya.
Menghidupi
Akhirnya, Yesus mewartakan kebaruan masa sekarang, yang akan menumbuhkan dan menguatkan hati banyak orang. Kepenuhan waktu telah datang. Dialah Mesias yang dinubuatkan nabi Yesaya dan diurapi untuk membebaskan para tawanan, menyembuhkan yang buta dan mewartakan belas kasih Tuhan kepada setiap ciptaan. Sungguh, Yesus menyatakan bahwa “hari ini Kitab Suci telah terpenuhi saat kamu mendengarkannya” (Luk 4:21).
Sukacita Injil, yang membuat kita terbuka menjumpai Tuhan dan saudara-saudari kita, tidak membiarkan kelambanan dan kemalasan kita. Sukacita Injil tidak akan mengisi hati kita jika kita terus berdiri termangu saja dengan alasan menunggu saat yang tepat, tanpa keberanian menerima bahwa hari ini juga terdapat risiko membuat keputusan. Panggilan itu saat ini! Perutusan Kristiani itu sekarang! Kita masing-masing dipanggil – entah hidup awam dalam perkawinan, hidup imamat dalam pelayanan tertahbis, maupun hidup membiara – untuk menjadi saksi Tuhan, di sini dan sekarang.
“Hari ini” yang Yesus maklumkan meyakinkan kita bahwa Allah terus “datang” menyelamatkan keluarga umat manusia dan membuat kita berpartisipasi dalam misi-Nya. Tuhan terus memanggil setiap orang untuk hidup bersama-Nya dan mengikuti-Nya dalam jalinan relasi yang mendalam. Dia terus memanggil setiap orang untuk melayani-Nya secara langsung. Jika Dia membuat kita menyadari bahwa Dia sedang memanggil kita untuk menguduskan diri seutuhnya bagi Kerajaan-Nya, janganlah takut! Ini indah – dan merupakan suatu rahmat besar – dikuduskan sepenuhnya dan selamanya bagi Allah dan pelayanan saudara-saudari kita.
Hari ini Tuhan terus memanggil kita mengikuti Dia. Kita jangan menunggu menjadi sempurna untuk menjawab “ya” dengan ikhlas hati, atau jangan takut akan keterbatasan-keterbatasan dan dosa-dosa kita, tetapi mari buka hati kita bagi panggilan Tuhan. Untuk mendengarkan panggilan itu, untuk mencerna perutusan pribadi kita dalam Gereja dan dunia, serta pada akhirnya untuk menghidupinya pada hari ini yang Allah anugerahkan kepada kita.
Semoga Maria yang paling suci, yang sebagai perempuan muda yang hidup dalam kegelapannya mendengar, menerima dan mengalami Sabda Allah menjadi daging, selalu melindungi dan menyertai kita di sepanjang perjalanan kita.
Vatikan, 3 Desember 2017
Minggu Pertama Adven
Paus Fransiskus
“Panggilan Tuhan tidak pernah jelas, tidak sejelas yang kita dengar. Ia datang tanpa suara, namun tidak pernah memaksa kebebasan kita” (Paus Fransiskus)
***
Tulisan dan gambar oleh Sdr. Monica