KOMSOS-GMMK. Pada perayaan Paskah tahun 2022 anak-anak PIA dan juga para remaja PIR membuat kotak AP (Aksi Peduli) yang dikumpulkan di paroki Maria Marganingsih Kalasan pada saat selesai perayaan Ekaristi Paskah.
Sabtu, 9 Juli 2022 yang juga bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha 1443 H pendamping PIA paroki Maria Marganingsih Kalasan meneruskan hasil dari kotak AP yang terkumpul untuk Eben Ezer dan komunitas Transpuan.
Pendamping PIA bersama suster SSpS menyapa perwakilan dari Eben Ezer dan berkunjung ke komunitas Transpuan, perwakilan dari Suster SSpS adalah Suster Len, Suster Agatha, Suster Ika, dan 2 Suster lainnya. Sementara itu, pendamping PIA diwakili oleh Maria Magdalena Muji Rahayu, Fransisca Haryanti, Maria Sumiyati, Katharina Wiwik P. dan Ve Allessandra Nahini.
Sebagaimana diketahui, Eben Ezer adalah yayasan yang merawat anak-anak yang terlantar, dan para lansia terlantar yang terletak di Jalan Bulog. Yayasan Eben Ezer pada awalnya berada di bawah naungan kongregasi suster OSF. Oleh karena banyaknya peraturan yang harus dipatuhi dan karena suatu hal lain maka Eben Ezer berdiri sendiri. Lokasi yang berada di Jl Bulog dikelola oleh Piter. Dengan kesederhanaannya Piter merawat para anak dan lansia dengan penuh kasih di sebuah rumah kontrakan. Pelayanan tulus seperti yang diperlihatkan oleh Piter sepertinya sesuai dengan apa yang dikatakan dalam Yesaya 6:8. Piter seperti diutus oleh Tuhan untuk membantu merawat mereka.
Komunitas Transpuan adalah sekelompok wanita yang ditunjuk sebagai laki-laki saat lahir. Para transpuan sendiri mempunyai beberapa profesi, ada yang mengelola salon, pemulung, penjual koran, memiliki warung makan, membuka toko kelontong, menjual air mineral dan ada juga yang menjadi pengamen.
Mami Ruly selaku koordinator komunitas transpuan menerangkan bahwa sudah banyak kegiatan yang mereka jalankan untuk meningkatkan kwalitas hidup trasnpuan. Misalnya, komunitas Kebaya, komunitas Seruni di bawah pimpinan Mami Gita yang merawat dan merangkul anak jalanan yang selama pandemi mengalami permasalahan kesehatan dan sempat ada yang diantar ke RS Panti Rini karena kepalanya bocor. Mereka juga membentuk credit union (CU) untuk membantu transpuan yang kesulitan keuangan dan menanamkan pembiasaan menabung dengan menyisihkan hasil mengamennya. Saat pandemi dan dengan dana mandiri, mereka juga mendirikan dapur umum yang diperuntukan tidak hanya untuk komunitas mereka tetapi juga warga sekitar dan anak jalanan. Transpuan juga tanggap dengan alam sekitar dengan “reresik” pantai satu bulan sekali dan agenda rutin yakni menanam pohon di gunung dan menanam sayur untuk dijual dan dikonsumsi sendiri.
“Setiap bulan Agustus tepatnya tanggal 17, komunitas transpuan melakukan upacara bendera dan lomba-lomba , hanya selama pandemi kegiatan tersebut absen tidak bisa kami lakukan,” ujar Mami Ruly.
Namun selama masa pandemi, ada juga kejadian yang memprihatinkan karena ada 11 transpuan di komunitas tersebut yang meninggal karena sakit.
“Mereka bukan sakit karena Covid-19, melainkan punya masalah kesehatan, seperti jantung dan paru-paru,” ujar salah satu transpuan.
Diwawancari KOMSOS-GMMK, Maria Magdalena Muji Rahayu menyebutkan bahwa komunitas transpuan tidak harus kita hindari tapi kita bisa jalan dan hidup bersama, karena sejatinya tidak ada seorang pun yang mau jika harus menjalani kehidupan seperti itu,
“Mereka semua hebat dan semangat dari mereka untuk berbagi pun ada, walau dengan keterbatasan yang mereka miliki ,” ujar perempuan yang akrab dipanggil Bu Yayuk ini.
Sementara itu Fransisca Haryanti mengungkapkan hal yang berbeda.
“Pada awalnya saya merasa takut ketika pertama kali bertemu mereka, tetapi mereka tenyata sangat menyenangkan. Selama ini mereka dipandang rendah oleh masyarakat, tetapi mereka sebenarnya memiliki jiwa sosial dan kebersamaan yang tinggi,” ujar bu Yanti.
Kunjungan anak-anak PIA dan juga para remaja PIR Paroki Maria Marganingsih Kalasan ke Komunitas Transpuan akhirnya ditutup dengan doa bersama dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Catatan: foto oleh Ve Allessandra Nahini