Pada hari Rabu 2 Agustus 2017 diselenggarakan acara sarasehan dengan mengusung tema “Peran Gereja dalam Merevitalisasi Pancasila” bertempat di pendowo GMK. Sarasehan dihadiri sekitar 100 peserta yang terlibat dalam kepamongprajaan, tokoh awam katolik dan Dewan Paroki Harian. Sarasehan ini menghadirkan nara sumber Rm Edy Purwanto Pr, mantan sekretaris eksekutif KWI. Sarasehan dimulai pukul 19:00 dan baru berakhir pada pukul 21:00. Dipandu dengan apik oleh Juanita Agustina Joesoef sebagai MC, acara berlangsung dengan lancar yang diawali dengan doa pembukaan yang dipimpin oleh Paulus Sriyanto, dilanjutkan menyanyikan lagu Garuda Pancasila. Sesudah itu Rm. Ambrosius Wagiman Wignyasumantara Pr menyampaikan kata sambutan dilanjutkan presentasi dari Rm Edy Pur dan berakhir dengan sesi tanya jawab yang dipandu oleh Y. Wahyu Widodo.
Tujuan dari sarasehan ini adalah untuk mengungkit dan menyadarkan panggilan umat Katolik sebagai bagian integral bangsa untuk menghidupi Pancasila, menjadi 100% katolik 100% Indonesia. Ini berkaitan juga dengan ditetapkannya bulan Agustus sebagai bulan Ajaran Sosial Gereja dan tercapainya Rikas yakni terwujudnya peradaban kasih dalam masyarakat Indonesia yang sejahtera, bermartabat dan beriman.
Rm Wignya memberikan kata sambutan tentang tujuan dan harapan diselenggarakannya sarasehan ini. Dalam kata sambutannya Rm Wignya mengungkapkan bahwa persiapan untuk sarasehan ini cukup singkat namun kita bersyukur bahwa acara sarasehan akhirnya bisa terselenggara dengan menghadirkan nara sumber yang sangat capable. Dari sarasehan ini para peserta diharapkan lebih bisa memahami visi misi KAS dan agar apa yang akan kita kerjakan ke depan sungguh selaras dengan gerak langkah KAS yang berkaitan dengan revitalisasi Pancasila. Di dalam buku RIKAS (Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang) 2016-2035 dalam bidang kemasyarakatan disebutkan bahwa revitalisasi Pancasila ini diyakini sangat penting. Di buku RIKAS tertulis bahwa pemerintah sebagai faktor eksternal terus menjaga dan menghidupkan nilai-nilai pancasila. Maka bersama dengan pemerintah, kita pun diharapkan bergerak untuk menghidupkan kembali nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan keluarga dan kehidupan bermasyarakat.
Mengenal Lebih dekat Sosok Rm Yohanes Rasul Edy Purwanto
Rm Edy Pur adalah panggilan akrab untuk menyebut imam KAS kelahiran Kajoran, Sendangsono, Kulon Progo, Yogyakarta, 6 Januari 1966 ini. Anak sulung pasangan Damiana Tukinah Siswowiharjo dan Paulus Sumijo Siswowiharjo ini dikenal sebagai sosok yang sederhana dan bersahaja. Menurut penuturan beberapa tetangganya, saat Rm Edy Pur pulang berlibur di kampung, dia tak segan-segan “ngangsu air” dari mata air terdekat untuk dibawa ke rumahnya untuk keperluan mandi dan memasak. Kebiasaan ini ia jalani bahkan sampai saat dia menjabat sebagai sekretaris eksekutif KWI.
Sesudah ditahbiskan sebagai imam oleh Mgr Julius Riyadi Darmaatmadja SJ pada 8 September 1993, Rm Edy Pur sempat bertugas di beberapa paroki seperti Paroki Katedral St Perawan Maria Ratu Rosario Suci Semarang, Paroki St Yusup Bintaran, Yogyakarta, Paroki Lampersari, serta Paroki St F.X Xaverius Kebondalem. Sesudah bertugas di beberapa paroki, Mgr Suharyo kemudian memintanya menjadi Sekretaris Komisi Kerawam KWI. Dua periode atau enam tahun Romo Edy menjabat Sekretaris Komisi Kerawam. Namun pada pengujung periode kedua, November 2010, berdasarkan hasil pemungutan suara para Uskup, memilih Romo Edy menjadi Sekretaris Eksekutif KWI. Tugas baru itu mulai ia geluti sejak Desember 2010. Selama 12 tahun ia jalani tugas di KWI dan kini Rm Edy Pur bertugas di Paroki Banyumanik, Gereja Santa Maria Fatima. Rm. Edy Pur juga dikenal sebagai sosok yang cerdas. Ia merupakan lulusan terbaik LEMHANAS angkatan 2010.
Revitalisai Pancasila itu penting
Menurut Rm Edy Pur, hal yang mendasari pentingnya revitalisasi Pancasila tidak hanya merujuk pada amanat dari visi RIKAS namun juga berangkat dari keprihatinan para uskup sejak tahun 1975 tentang Pancasila, sampai-sampai para uskup mengeluarkan Pedoman bagi Umat Katolik di Masyarakat Pancasila pada tahun 1976. Dalam kaitannya dengan ini kita diharapkan merujuk pada visi RIKAS yakni bahwa KAS bercita cita mewujudkan peradaban kasih di dalam masyarakat Indonesia yang sejahtera, bermartabat dan beriman.
Rujukan kedua terdapat pada kata pengantar RIKAS halaman 10-11 yang berbunyi “Dalam konteks Indonesia, cita-cita dan upaya dalam mewujudkan peradaban kasih ditempatkan pada kekayaan dan kebhinekaan yang secara ideologis disatukan di dalam Pancasila. Artinya, KAS benar-benar menyadari bahwa kita hidup di tengah masyarakat yang mempunyai ideologi pancaslia.
Umat Katolik diharapkan berperan aktif dalam memperjuangkan dan mengkritisi kebijakan publik, menguatkan jiwa keindonesiaan yang mengembangkan pluralitas serta memperkuat keutuhan bangsa yang sering diancam oleh tindak kekerasan, aksi fundamentalis dan kepentingan sektatian primordial. Rm Edy Pur menyebutkan bahwa bahaya itu memang ada dan nyata yang bisa mengancam keutuhan bangsa.
Romo Edy Pur juga menjelaskan bahwa revitalisasi adalah proses atau cara atau tindakan menghidupkan kembali semangat kebangsaan khususnya Pancasila yang sebelumnnya kurang terberdaya. Nilai-nilai luhur pancasila dirasakan sudah menjadi kabur atau bahkan sengaja dikaburkan. Keyakinan ini berdasarkan kajian para uskup pada tahun 1987. Pada masa order baru Pancasila sudah diselewengkan untuk kepentingan politik kekuasaan. Pancasila dicoba ditanamkan tetapi tidak lebih pada upaya untuk menyetir masyarakat demi kelanggengan kekuasaan pada waktu itu. Yang lebih mengkhawatikan lagi, Pancasila secara sistematis cenderung untuk dipinggirkan dan bahkan mau diganti dengan ideologi lain.
Kita juga perlu menyadari bahwa nilai-nilai pancasila berada di dalam pusaran pertarungan idiologi yakni esktrim kiri bernama atheisme dan komunisme dan ekstrem kanan yang agamis, fundamentalis yang bisa mengarah ke paham radikalisme dan bahkan terorisme. Namun kita juga perlu waspada dengan ancaman lain yakni kapitalisme yang menggoda kita untuk berpikir prakmatis dengan pola hidup bergaya hedonis dan konsumeris.
Pentingnya Revitalisasi Pancasila
Ada beberapa alasan hakiki mengapa Pancasila perlu direvitalisasi kembali. Pertama, Pancasila merupakan landasan dan acuan yang kuat untuk memecahkan persoalan kehidupan berbangsa dan bernegerara. Artinya, belum ada ideologi lain yang mampu berperan untuk memecahkan berbagai persoalan riil bangsa ini. Kedua, di dalam kebhinekaan Pancasila merupakan wadah persatuan dan kesatuan nasional. Ketiga, Pancasila merupakan ungkapan nilai-nilai dasar hidup bernegara dan itu semua berdasarkan sejarah bangsa dan suku-suku bangsa Indonesia. Pancasila sejatinya merupakan kristalisasi nilai-nilai budaya bangsa. Keempat, Pancasila mencanangkan nilai-nilai dasar hidup manusiawi yakni bertuhan, berperikemanusiaan, berpersatuan, bermusyawarah dan berkeadilan. Jelas bahwa pancasila adalah jati diri bangsa Indonesia.
Rm Edy Pur mengingatkan bahwa para uskup mengajak kita untuk mengembalikan nilai-nilai luhur Pancasila melalui pendidikan, penyegaran, penghayatan dan pendalaman materi yang tidak hanya diajarkan tetapi juga dipraktekkan. Itulah pesan para uskup. Pancasila perlu dikembalikan sebagai sebagai tata dasar bertatanegara dan berbangsa sebagai daya kekuatan untuk melayani rakyat, sebagai kekuatan demi terbinanya solidaritas sosial, dan juga sebagai landasan kesepakatan bangsa yang plural dan majemuk.
Selama kurang lebih satu jam, dengan cerdas Rm Edy Pur mengupas pentingnya revitalisasi Pancasila. Sarasehan kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dipandu Y. Wahyu Widodo. Peserta terlihat sangat antusias untuk menyampaikan pertanyaan kepada Rm Edy Pur. Beberapa pertanyaan dari peserta lebih banyak menyoroti tentang rendahnya partisipasi kaum muda dalam kegiatan sosial politik, lemahnya peran ormas-ormas Katolik dalam usaha perberdayaan umat dan memperjuangkan aspirasi umat Katolik. Peserta lain lebih menyoroti isu karut marutnya konstelasi sosial politik terkini dan budaya hiruk pikuk yang semakin hegemonik yang seringkali mengusik hati nurani umat katolik dan rakyat pada umumnya. Dengan cerdik dan dengan menggunakan bahasa yang santun Rm Edy Pur memberikan jawaban yang menukik ke dalam persoalan-persoapan sosial politik kontemporer tanpa menghakimi pihak-pihak lain yang perjuangan idiologinya sedikit berseberangan dengan visi misi Gereja. Acara sarahehan diakhiri dengan menyanyinkan lagu Puji dan Syukur serta doa penutup yang dipimpin oleh YP. Harry Yudha Siregar.
Ditemui KOMSOS di akhir acara sarahen, FX. Supriharsono ketua panitia yang saat ini menjabat sebagai Ketua Bidang Pelayanan & Kemasyarakatan GMK, memberikan kesan positif terhadap pelaksanaan acara sarasehan.
“Acaranya sangat menarik dan urgen serta relevan bagi umat GMK. Target peserta sudah mencapai yakni sekitar 100 orang, hanya mungkin aspek pemerataan perlu diitingkatkan lagi. Harapannya, semoga pencerahan yang diperoleh dari sarasehan ini bisa ditularkan kepada orang lain dan peserta sarasehan bersedia untuk merevitalisasi nilai-nilai pancalisa kepada siaapun juga, dimulai dari keluarga dan masyarakat sekitar sehingga kelak GMK sungguh bisa menjadi “marganingsih” dan mampu mencapai cita cita peradaban kasih yang digagas KAS,” ungkap FX Supriharsono sambil tersenyum bangga.