Perayaan Misa Kamis Putih di Gereja Maria Marganingsih Kalasan, 17 April 2025, dilaksanakan sebanyak dua kali yakni pada pukul 17:00 dan 20:00 dan kedua misa dipimpin oleh Rm Adrianus Maradiyo, Pr, Vikep DIY Timur. Pada misa malam, koor yang bertugas adalah dari wilayah Agatha dengan dirijen Antika Maharani. Ketika diwawancari komsos, Lucia Heny Putranti (koordinator Koor DP Paroki Marganingsih Kalasan) menjelaskan bahwa dia sangat puas dengan petugas koor yang bertugas pada perayaan misa Kamis Putih.

“Pelaksasanaan koor di Misa Kamis Putih sore dan malam berjalan lancar,khidmat dan petugas koor bertugas dengan baik dan umat yang hadir banyak sekali,” ujar perempuan yang akrab dipanggil Mbak Heny ini.
Sementara itu dalam kotbahnya Romo Maradiyo menjelaskan bahwa dalam budaya Yahudi, ritual pembasuhan kaki biasanya dilakukan oleh para budak kepada tuannya atau kepada tamu si tuannya ketika mereka mau memasuki rumah. Namun pembasuhan kaki dilakukan oleh Yesus kepada para muridnya untuk memberikan ajaran kepada kita agar kita semua bersikap rendah hati sebagaimana seorang hamba. Yesus siap sedia untuk melayani.

Hal kedua yang hendak dikenang dalam perayaan Kamis Putih adalah ekaristi. Yesus mengorbankan diri bagi kita semua. Dalam ekaristi, Yesus secara total memberikan tubuhnya untuk kita makan dan memberikan darahnya untuk kita minum sehingga kita diselamatkan dan dihidupkan. Kita mengenang peristiwa ini sebagai kenangan anamnesis. Dalam tradisi paskah Yahudi yang dikorbankan adalah anak domba, sedangkan dalam perjanjian baru anak domba yang dikorban adalah Yesus sendiri agar kita menerima keselamatan. Sejatinya ini menunjukkan totalitas cinta yang tanpa batas. Ketika kita menerima ekaristi, peristiwa penyelamatan itu terulang dan terjadi.

Romo Maradiyo juga mengingatkan apa yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus ke-2 dalam dokumen”Ecclesia de Eucharistia” yang ditulis pada 17 April 2003. Setiap kali kita menyambut tubuh dan darah Yesus, Yesus kristus hadir di dalam diri kita. Maka bila Yesus hadir dalam diri kita maka mestinya segala tingkah laku, perkataan dan perilaku kita adalah perilaku Yesus sendiri. Selanjutnya, teladan dari Yesus yang rela melayani mestinya kita lanjutkan. Maka ekaristi mestinya menghasilkan buah-buah sebagai orang beriman dalam karya-karya pelayanan dan itu bisa dimulai dari keluarga kita.

Detemui sesudah perayaan misa Kamis Putih, salah satu prodiakon yang terlbat dalam pelayanan misa mengutarakan rasa bahagianya.
“Sangat beryukur saya bisa terlibat dalam perayaan misa Kamis Putih malam hari ini dan bisa membagikan komuni kudus kepada umat,” ujar Chatarina Purwanti, salah satu prodiakon yang bertugas di misa Kamis Putih malam.Sementara itu, Petrus Sentot Widianto, ketua bidang liturgi DP Paroki Marganingsih Kalasan juga menjelaskan bahwa perayaan misa Kamis Putih berlangsung amat meriah namun juga khidmat.

“Misanya sangat meriah dan bagus. Perarakan Sakramen Maha Kudus juga berjalan sampai sisi belakang gereja. Sangat mengharukan juga karena Romo Adrianus Maradiyo, Pr juga memberi teladan dengan membasuh dan mencium kaki umat yang bertindak sebagai rasul. Ini memberikan teladan yang nyata. Semoga ini menyemangati umat untuk memberi pelayanan di dalam keluarga dan masyarakat dan umat juga bisa lebih menghayati ekaristi dan lebih rajin mengikuti misa pagi,” ujar aktivis gereja yang lebih akrap dipanggil mas Sentot ini.

Hal serupa disampaikan Triyoga Jatmiko Christophurus yang kali ini bertindak sebagai ketua panitia perayaan paskah 2025. Lelaki yang terkenal lincah dan tegas ini menuturkan bahwa pelaksanaan misa Kamis putih sangat menggembirakan. Meskipun dilaksanakan di gereja sementara, namun jumlah umat yang hadir sangat banyak.
“Pada misa sore tercatat 1,252 umat, dan 756 umat hadir pada misa malam. Ini sudah sesuai dengan yang diharapkan dan pastinya ada penambahan kursi. Prinsipnya panitia selalu berusaha agar umat tetap merasa nyaman mengikuti ibadah pekan suci,” jelas Triyoga Jatmiko Christophurus.

Perayaan Misa Kamis Putih semestinya mampu menumbuhkan semangat pelayanan dan kerendahan hati dan umat bisa meneladani Yesus yang membasuh kaki murid-murid-Nya, sebagai simbol pelayanan tanpa pamrih, kerendahan hati dan kesediaan untuk mengasihi sesama, tanpa memandang status atau kedudukan. Umat juga diharapkan semakin dimampukan untuk memperdalam penghayatan akan Ekaristi sehingga umat makin menjadi manusia yang ekaristis.